Saturday, April 1, 2017

ANEMIA SEL SABIT

PEMBAHASAN

1.      Definisi
a.    Penyakit sel sabit merupakan hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal. Sel sabit menghalangi aliran darah yang menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit lanjut.Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat mencapai hingga 40% di daerah tertentu. (Sylvia A. Price, 2005)
b.    Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
c.    Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, HAL 535)
d.   Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan adanya serangan nyeri. (Smeltzer C Suzanne, 2002, hal : 943)
e.       Anemia sel sabit adalah kondisi serius di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, seperti huruf C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang (lingkaran, pipih di bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah dengan mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh.
f.       Anemia sel sabit merupakan suatu gangguan resesif otosom yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu buah dari masing-masing orangtua. Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S (HBS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
g.      Penyakit sel sabit (sickle cell disease / sickle cel anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit akan menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ bahkan sampai pada kematian.
h.      Sickle cell anemia (SCA) adalah penyakit genetik yang resesif, artinya sesorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orangtuanya. Hal inilah yang menyebabkan panyakit SCA jarang terjadi. Seseorang yang hanya mewarisi satu gen tidak akan menunjukkan gejala dan hanya berperan sebagai pembawa. Jika satu pihak orangtua mempunyai gen sickle cell anemia dan yang lain merupakan pembawa, maka terdapat 50% kesempatan anaknya menderita sickle cell anemia dan 50% kesempatan sebagai pembawa.

2.      Patofisiologi
Anemia sel sabit adalah gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan  dua salinan gen hemoglobin defektif , masing-masing satu dari orang tua. Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena hemoglobin Anormal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen untuk sintesis tiap rantai.  Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut hemoglobin S (Hb S), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah. Tekanan oksidatif juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang masuk ke dalam sirkulasi , sehingga memperburuk proses patologi vaskular pada individu yang mengidap anemia sel sabit . Sel darah merah pada anemia sel sabit ini kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit akibatnya terperangkap di dalam mikrosirkulasi. Hal ini menyebakan penyumbatan aliran darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya timbul nyeri karena iskemia jaringan. Meskipun bentuk sel sabit ini bersifat reversible atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi hemoglobin kembali normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel–sel yang telah hancur disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa; kondisi ini menyebkan limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark (sel yang sudah mati) dari berbagai organ, terutama limpa dan tulang , dapat terjadi. Disfungsi multiorgan sering terjadi setelah beberapa tahun.

Kondisi-kondisi yang dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia, ansietas , demam, dan terperajan dingin. Karena limpa merupakan organ imun yang penting, infeksi , terutama yang disebabkan bakteri-bakteri , umumnya dan sering menstimulasi krisi sel  sabit.

Pada saat lahir, tanda anemia sel sabit  mungkin tidak terlihat karena semua bayi memiliki kadar tinggi jenis hemoglobin yang berbeda, yaitu hemomglobin fetal (F). Hemoglobin fetal tidak bebrbentuk sabit, tetapi hanya bertahan dalam waktu kira-kira 4 bulan setelah lahir. Pada saat inilah tanda penyakit mulai terlihat.Karena tanda ini termasuk gejala klasik anemia dan tanda yang berhubungan dengan karakteristik gangguan sumbatan yang sangat nyeri.

Individu  pengidap sel anemia sel sabit membawa dua gen defektif dan akbiatnya hanya memiliki hemoglobin S. Individu yang heterozigot untuk gen sel sabit (membawa satu gen defektif )  dikatakan mebawa sifat sel sabit. Heterozigot biasanya menggambarkan hemoglobin S pada sekitar 30-40% sel darah merahnya dengan hemoglobin normal dibawa oleh sel darah yang tersisa. Individu ini biasannya asimtomatik kecuali terpajan dengan kadar oksigen yang rendah,terutama ketika berolahraga.(Corwin, Elizabeth ,2009 ; 417)

                                          Hb           HbS      /
Hb             HbHb      HbHbS
HbS           HbHbS     HbSHbS
        /



3.      Etiologi atau faktor risiko
Kelainan ini bersifat herediter dan autosomal resesif sehingga jika kedua orang tuanya menderita, maka 100% anaknya akan menderita anemia sel sabit.manun ketika seseorang memiliki 1 alel sel sabit dan 1 alel normal, maka dia hanya sebagai carier dan tidak menampakkan gejala klinis anemia sel sabit.
Selain itu, ada hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko anemia sel sabit adalah : (Price A Sylvia, 2005, hal : 262)
1. Infeksi
2. Disfungsi jantung
3. Disfungsi paru
4. Anastesi umum
5. Dataran tinggi
6. Menyelam

Manifestasi klinis anemia sel sabit
Sistem
Komplikasi
Tanda dan gejala
Berkaitan dengan
Jantung
Gagal jantung kongestif
Kardiomegali, bising ejeksi sistolik, takikardia, napas pendek, dipsnea sewaktu latihan fisik, gelisah.
Anemia, hemolisis kronis.
Paru
Infark paru, pneumonia (terutama oleh Haemophilus influenzae dan Strepcoccuc pneumoniae), pneumonia pneumokok.
Nyeri dada, batuk, napas pendek, demam, hemoptisis, kegelisahan.
Krisis infark, meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, pirau arteriovenosa intrapulmonal, asplenia fungsional.
Saraf pusat
Thrombosis serebral
Hemiplegia, afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih.
Krisis infark.
Genitourinaria
Disfungsi ginjal, priapismus.
Nyeri pinggang, hematuria, isotenuria
Pembesaran dan nyeri penis.
Nekrosis papila ginjal akibat mikroinfark.
Krisis infark dan pembentukan sabit intravaskular.
Gastrointestinal
Kolesistitis, fobrosis hati, abses hati.
Nyeri perut, hepatomegali, ikterus, demam.
Hemolisis kronis, krisis infark.
Okular
Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan.
Nyeri, penglihatan berubah, buta.
Mikroinfark.
Skeletal
Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri, dektilitis (biasanya pada anak kecil)
Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada tangan dan kaki.
Infark, infeksi. Infark intramedular dengan atau tanpa periostitis.
Kulit
Ulkus tungkai kronis.
Nyeri, ulkus terbuka dan mengering.
Infark, gangguan sirkulasi pada kapiler, venula yang disebabkan oleh pembentukan sabit intravaskular.

4.      Treatment atau penanganan
Penanganan kelainan hemoglobin ini masih terus berkembang. Banyak percobaan pengobatan yang mempunyai sifat antisabit telah dilakukan. Meskipun jumlah sampelnya masih terlaly sedikit, namun ada harapan yang menjanjikan dengan hydroxyurea. Obat ini meningkatkan produksi hemoglobin fetal (Hb F) pada pasien dengan penyakit sel sabit. Presentase sel sabit ireversible menurun dan terjadinya nyeri berkurang. Obat ini juga mengurangi hemolisis dan memperpanjang ketahanan hidup sel darah merah. Obat ini masih dianggap eksperimentak dan mempunyai berbagai risiko seperti karsinogenesis dan tetogenesis yang belum dipahami.

Cetiedil citrate, suatu modifier membran sel darah merah, juga mempunyai efek antisabit yang efektif. Pentoxifyline obat yang menurunkan kekentalan darah dan tahanan vaskuler perifer, memberikan harapan menurunkan lamanya krisis sel sabit. Vanili, bahan tambahan makanan juga mempunyai sifat antisabit dan sedang dievaluasi sebagai terapi tambahan untuk anemia sel sabit.

Penyuluhan mengenai keinginan mempunyai anak harus diberikan kepada semua pasangan usia subur yang menderita anemia sel sabit atau trait sel sabit. Penyuluhan mungkin lebih efektif apabila dilakukan oleh anggota komunitas yang berasal dari kelompok etnis yang sama yang merupakan kelompok dengan risiko tinggi. Krisis tidak selalu dapat dicegah. Tetapi bila bayi dengan penyakit sel sabit diimunisasi untuk melawan Hemophilus influenza pada usia 2 bulan dan diberi pencegahan dengan penisilin maka angka morbiditas dan mortalitasnya dapat diturunkan.

Karena infeksi nampaknya mencetuskan krisis, maka setiap infeksi harus segera ditangani atau dicegah bila mungkin. Karena dehidrasi dan hipoksia memacu terjadinya penyabitan sel, maka pasien dianjurkan untuk menghindari ketinggian, anastesia, atau kehilangan cairan. Karena adanya defek ginjal, pasien ini sangat mudah mengalami dehidrasi. Terapi asam folat diberikan setiap hari, karena kebutuhan sumsum tulang sangat tinggi.

Selain itu menurut Wiwik Handayani (2008) penatalaksanaan anemia sel sabit sebagai berikut:
1.      Antibiotik profilaktik dapat diberikan untuk mencegah infeksi
2.      Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
3.      Bila terjadi krisis sel sabit terapi yang utama adalah hidarasi dan analgetik
4.      Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5.      Transfusi sel darah merah pada keadaan tertentu saja, yaitu krisis aplastik bila hemoglobin klien turun drastis, krisis nyeri hebat yang tidak berespons dengan terapi apapun selama beberapa hari, tindakan prabedah untuk mengencerkan sel sabit, dan sebagai usaha mencegah terjadinya krisis selama paruh akhir masa kehamilan.

5.      Komplikasi
Komplikasi anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia dan iskemia, episode trombosis, stroke, gagal ginjal, dan priapiosmus (nyeri abnormal ereksi penis terus-menerus). Pasien dengan anemia sel sabit biasanya rentan terhadap infeksi, terutama pneumonia dan osteomielitis. Mereka dapat mengalami krisis aplastika dengan infeksi dan dapat menderita batu kandung empedu (akibat peningkatan hemolisis yang menyebabkan batu bilirubin) dan usus tungkai. Infeksi merupakan penyebab kematian utama.

Episode trombosis dapat mengakibatkan infark paru atau terjadinya stroke mendadak dengan paralisis pada satu sisi. Episode ini sama sekali tidak dapat diramalkan; dapat terjadi tiap bulan atau sangat jarang dan dapat berlangsung selama beberapa jam, hari atau minggu. Kejadian yang nampaknya dapat menimbulkan krisis adalah dehidrasi, kelemahan, asupan alkohol, stres emosi, dan asidosis.

Infeksi sering terjadi dan dapt berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulanng sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S trait juga dapat mengalami hematuria (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536)

6.      Pencegahan
a.      Pembawa ciri penyakit ini digalakkan menghadiri konseling genetik.
b.      Rawatan yang segera untuk jangkitan kuman yang berlaku, pengoksigenan yang mencukupi dan mengekalkan tahap penghidratan yang normal dapat mengelakkan sel darah merah menjadi bentuk sabit.
c.       Diagnosis dini pre-natal kini boleh dijalankan untuk pasangan yang berisiko melahirkan bayi yang mengalami anemia sel sabit.
7.      Pendidikan kesehatan
a.       Selama krisis sel sabit, pasien diharuskan beristirahat tanpa gangguan  selama mungkin.
b.      Ekstrimitas yang membengkak tidak boleh digerakkan dan nyeri harus dihilangkan.
c.       Teknik relaksasi, latihan pernapasan, dan berendam dalam kolam berbusa dapat meringankan penderitaan pasien.
d.      Bantu pasien dan keluarga menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis ini dan memahami pentingnya hidrasi dan pencegahan infeksi.
e.       Anjurkan pasien dan keluarga untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul tanda infeksi atau komplikasi lain.

8.      Konsep Asuhan keperawatan
a.      Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar proses keperawatan, diperlukan pengkajian yang cermat untuk masalah klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Informasi akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan. Sebagai sumber informasi dapat digunakan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan atau sumber data sekunder.
1.    Pengumpulan data
v Identitas klien.
Nama klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat
v Identitas penanggung
v Keluhan utama
Pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
v Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatatn atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
v Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/ kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit.
v Riwayat kesehatan sekarang
-          Klien terlihat keletihan dan lemah
-          Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
2.    Pemeriksaan fisik
v Inspeksi
-          Mata             : ikterus, konjungtiva pucat
-          Mulut           : mukosa bibir kering
-          Perut                        : pembesaran perut, asites.
-          Kulit             : warna kulit pucat, kering.
v Palpasi
-          Nyeri tekan pada daerah empedu
-          Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas
-          Pembesaran/distensi hepar (hepatomegali)
v Auskultasi
-          Gemericik, ronkhii, mengi, penurunan bunyi napas.
-          Bunyi bronchial/ bronkovesikuler pada perifer paru.
v Aktivitas / istirahat
Gejala    : keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari. Kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat.
Tanda    : Gangguan gaya berjalan.
v Sirkulasi
Gejala     : palpitasi atau nyeri.
Tanda    : tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
v Eliminasi
Gejala     : sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari)
v Integritas ego
Gejala     : kuatir, takut
Tanda    : ansietas, gelisah
v Makanan / cairan
Gejala     : nafsu makan menurun.
Tanda    : penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.

v Hygiene
Gejala     : keletihan atau kelemahan
Tanda     : penampilan tidak rapi
v Neurosensori
Gejala     : sakit kepala atau pusing, gangguan penglihatan
Tanda     : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
v Pernapasan
Gejala     : dipsnea saat bekerja
Tanda     : mengi
v Keamanan
Gejala     : riwayat transfusi
Tanda     : demam ringan, gangguan penglihatan.
v Seksualitas
Gejala     : kehilangan libido.
3.    Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b.      Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit.
c.       Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait)
d.      Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
e.       LED : meningkat
f.       GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
g.      Bilirubin serum : meningkat
h.      LDH : meningkat
i.        IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal
j.        Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
k.      Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang
((Doenges E.M, 2002, hal : 585)

4.    Klasifikasi data
Data subjektif
Data objektif
Keletihan atau kelemahan
Konjungtiva pucat
Nokturi
Gelisah
Nafsu makan menurun
Warna kulit pucat
Nyeri pada punggung
Gangguan gaya berjalan
Sakit kepala
Tekanan darah menurun
Berat badan menurun
Demam ringan
Gangguan penglihatan
Eritrosit menurun

Bilirubin serumen : meningkat

JDL : leukosit dantrombosit menurun

LDH menurun

b.      Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a.       PK anemia
b.      Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan ketidakakuratan mengikuti perintah.
c.       Keletihan berhubungan dengan status penyakit, anemia ditandai dengan lesu dan lelah
d.      Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
e.       Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan terganggu ditandai dengan dipsnea
f.       Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran arteri terhambat, penurunan suplai oksigen ke otak ditandai dengan perubahan status mental
g.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nekrosis tulang ditandai dengan hemiplegi.
h.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan perilaku.
i.        Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi, penurunan imunologis ditandai dengan kerusakan lapisan kulit.
j.        Risiko cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
k.      Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan perubahan integrasi sensori ditandai denganperubahan dalam ketajaman sensori.
l.        Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis ditandai dengan muntah dan anoreksia.
m.    Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat (leukopenia).














DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne McCloskey. 2000. Nursing Interventions Classification. America: Mosby.
Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcomes Classification. America: Mosby.
Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

No comments:

Post a Comment