Saturday, April 1, 2017

LIMFOMA NON HODGKIN

1.      Definisi:
·         Limfoma non- Hodgkin adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin. (Keperawatan Medikal Bedah Vol.2)
·         Limfoma non-Hodgkin atau Non-Hodgkin’s Lympoma (NHL) adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin, khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan transplantasi ginjal dan jantung. (Santoso M. 2000)
·   Limfoma non- Hodgkin adalah keganasan sel limfosit- B dan sistem sel limfosit- T. (Doenges 2000)

2.      Patofisiologi:
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1).ukurannya semakin besar
2).Kromatin inti menjadi lebih halus
3).nukleolinya terlihat
4).protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali,  sel darah merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu  akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening : leher, ketiak, lipat paha, dll.

3.      Etiologi:
Dokter-dokter jarang tahu mengapa ada orang yang mengidap limfoma Hodgkin dan yang lainnya tidak. Tapi penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko tertentu meningkatkan kemungkinan bahwa seseorang akan mengembangkan penyakit ini. Faktor risiko untuk limfomaHodgkin adalah sebagai berikut:
·         virus tertentu
Setelah infeksi dengan virus Epstein-Barr (EBV)atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat meningkatkan risiko pengembangan limfomaHodgkin. Namun, limfoma tidak menular. Anda tidak dapat menangkap limfoma dari orang lain.Sistem kekebalan tubuh yang lemah: Risiko mengembangkan limfoma Hodgkin dapatditingkatkan dengan memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah (seperti dari kondisi warisanatau obat-obatan tertentu yang digunakan setelah transplantasi organ).
·         Umur
limfoma Hodgkin yang paling umum di antara remaja dan orang dewasa berusia 15 sampai 35tahun dan orang dewasa berusia 55 tahun dan lebih tua.
·         Riwayat keluarga
keluarga anggota, terutama saudara-saudara, dari orang dengan limfomaHodgkin atau limfoma lain mungkin memiliki kesempatan peningkatan mengembangkanpenyakit ini. Memiliki satu atau lebih faktor risiko tidak berarti bahwa seseorang akanmengembangkan limfoma Hodgkin. Kebanyakan orang yang memiliki faktor risiko tidak pernahmengembangkan cancer

4.      Perbedaan LH dan LNH:
v  Tabel. Perbedaan Karakteristik klinis Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non
Karateristik
Limfoma Hodgkin
Limfoma Non Hodgkin
Low Grade
Intermediate, High Grade
Tempat Asal
Nodal
Ekstranodal
( 10 % )
Ekstranodal
( 35 % )
Distribusi Nodal
Sentripetal ( Aksial )
Sentrifugal
Sentrifugal
Penyebaran Nodal
Contiguous
Noncontiguous
Noncontiguous
Keterlibatan Susunan Saraf Pusat
Jarang ( < 1 % )

Jarang ( < 1 % )

Jarang ( < 10 % )

Keterlibatan Hepar
Jarang
Sering ( > 50 % )
Jarang
Keterlibatan Sumsum Tulang mempengaruhi buruknya prognosis
Ya
Tidak
Ya
Sembuh dengan kemoterapi
Ya
Tidak
Ya


Perbedaan lainnya adlah Pada pengamatan mikroskopik akan ditemukan Reed stenberg cell pada limphoma hodgkin sedang pada limphoma non-hodgkin tidak ditemukan.
Sel-sel Reed-Sternberg sendiri merupakan sel-sel ganas yang khas dalam menyusup reaktif sel yang terdiri dari proporsi variabel limfosit, histiocytes, eosinofil, dan sel-sel plasma. Karakteristik klasik Reed-Sternberg sel termasuk ukuran besar (20–50 mikrometer), berlimpah, amphophilic, halus rinci/homogen sitoplasma; dua gambar cermin inti (burung hantu mata) masing-masing dengan nucleolus eosinophilic dan membran nuklir tebal (chromatin didistribusikan di pinggiran sel).
Untuk penyebaran nodal pada limfoma Hodgkin adalah contiguous . Secara harfiah arti bahasa inggrisny contiguous berarti berdekatan.Ini berarti  Limphoma hodgkin ke-khas-annya menyebar menurut rantai jaringan spesifikg terdekat  misal: penyebaran limfo nodus colli, axilla, ataupun parasternal. Sedang Limphoma Non-Hodgkin penyebaranny non-contiguous yang berarti penyebaranny tak mengikuti pola tertentu.

5.      Treatmen:
Beberapa penderit bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya harus menjalani pengobatan seumur hidupnya.  Kemungkinan penyembuhan atau angka harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis limfoma dan stadkum penyakit pada saat pengobatan dimulai. Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak memberikan respon sebaik limfosit B. Angka kesembuhan juga menurun pada:
·         penderita yang berusia diatas 60 tahun
·         limfoma yang sudah menyebar ke seluruh tubuh
·         penderita yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
·         penderita yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidakmampuan bergerak.
Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan terapi penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya.
Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun. Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis.
Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang serius. Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah. Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini tumbuh dengan cepat. Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif.  Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi). Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma tersebut.
Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke penderita.
Prosedur ini memungkinka dilakukannya hitung jenis darah, yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat. Pencnagkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang berusia dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhakan sekitar 30-50% penderita yang tidak menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi. Tetapi pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 50% penderita meninggal karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi terjadi kekambuhan.
ü  Terapi yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat dilakukan adalah:
1.      Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP (Cyclophosphamide,Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Mengah (DKM)/agresif limfoma
- Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
CHOP (Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
1. setelah siklus kemoterapi ke-empat
2. setelah siklus pengobatan lengkap

6.      Komplikasi:
Akibat langsung penyakitnya:
·         Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus,dan saraf.
·         Mudaah teerjadi infeksi, bisa fatal.
Akibat efek samping pengobatan:
·         Aplasia sumsum tulang
·         Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
·         Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
·         Neuritis oleh obat vinkristin
7.               Pencegahan:
Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah limfoma. Sebuah rekomendasi standar adalah untuk menghindari faktor risiko untuk penyakit ini. Namun, beberapa faktor risiko untuk limfoma tidak diketahui, dan karena itu tidak mungkin untuk menghindari. Infeksi virus seperti HIV, EBV, dan hepatitis merupakan faktor risiko yang dapat dihindari dengan sering mencuci tangan, mempraktekkan seks yang aman , dan dengan tidak berbagi jarum, pisau cukur, sikat gigi, dan barang-barang pribadi yang serupa yang mungkin terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi atau cairan .
Mencermati Pencetus Kanker
Para ahli di Amerika menemukan salah satu kemungkinan penyebab kanker limfoma adalah adanya intake tinggi lemak-lemak trans, yang sudah terbukti juga meningkatkan risiko penyakit jantung.  Dalam penelitian terhadap 88.410 perempuan, yang paling banyak makan lemak trans (sekitar 5,7 gram/hari) mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi terserang limfoma dibanding mereka yang makan paling sedikit (sekitar 2,4 gram/hari). Lemak trans itu yang bagaimana? Lemak trans banyak digunakan dalam biskuit misalnya cracker, cake, pie, dan cookies siap beli. Untuk lebih aman, setiap kali ingin membeli biskuit yang siap beli, lebih baik baca bahan kandungan terlebih dahulu. Hindari produk yang didalamnya mengandung 'Partially Hydrogenated Oil' yang merupakan sumber lemak trans.
Tidak ada pedoman untuk mencegah limfoma Non Hodgkin karena penyebabnya tidak diketahui. Super lutein merupakan herbal antikanker no 1 yang direkomendasikan oleh 6600 dokter di dunia. Kemampuannya sebagai herbal antikanker tidak dapat dipungkiri lagi. Kandungan lycopene, beta caroten dan alpha carotene merupakan karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan yang sangat baik untuk regenerasi sel-selyang telah mati dan menghambat radikal bebas dalam tubuh. karotenoid tersebut juga mampu menghambat dan membunuh mutasi sel-sel kanker ini.
8.      Penkes
·            Menjelaskan kepada pasien mengenai pengertian dari Limfoma non-Hodgkin
·            Memberitahukan kepada klien penyebab – penyebab dari Limfoma non-Hodgkin
·            Menjelaskan kepada klien bagaimana proses terjadinya Limfoma non-Hodgkin
·            Memberitahukan kepada klien mengenai tanda dan gejala Limfoma non-Hodgkin
·            Menginformasikan kepada klien mengenai terapi/tindakan yang dapat diberikan atau dilakukan untuk Limfoma non-Hodgkin

9. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.      PENGKAJIAN
a.       Kebutuhan dasar:
Menurut M. Doengoes (2000) pengkajian yang bisa dilakukan pada pasien dengan Limfoma Non-Hodgkin adalah:
1)      AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala:
Kelelahan, kelemahan atau malaise umum. Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan.
Tanda:
Penurunan kekuatan, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
2)      SIRKULASI
Gejala:
Palpitasi, angina/nyeri dada.
            Tanda:
Takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3)      ELIMINASI
Gejala:
Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Tanda:
Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
4)      MAKANAN/CAIRAN
Gejala:
Anoreksia/kehilangna nafsu makan. Disfagia (tekanan pada easofagus).
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda:
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal).
5)      NYERI/KENYAMANAN
Gejala:
Tidak ada nyeri pada nodus limfa yang terkena.
6)      PERNAPASAN
Gejala:
Dispnea pada saat kerja atau istirahat.
Tanda:
Dispnea, takikardia. Batuk kering non-produktif. Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
7)      KEAMANAN
Gejala:
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial).
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus umum.
Tanda:
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal). Nodus terasa keras, diskret dan dapat digerakkan, pembesaran tosil, pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
8)      SEKSUALITAS
Gejala:
Masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi), penurunan libido.

2.    Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum
Kesadaran: tidak terjadi penurunan kesadaran (compos mentis).
b)      Pemeriksaan integument
Terdapat daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal akibat perluasan limfoma ke kulit.
c)      Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: bentuk normocephalik.
Wajah: normal.
Leher: biasanya terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher. Pembesaran terkadang terjadi juga pada tonsil sehingga mengakibatkan gangguan menelan.
d)     Pemeriksaan dada
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di dada, maka pasien akan merasakan sesak nafas. Penyumbatan pembuluh getah bening di dada mengakibatkan penyumbatan cairan di paru sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas dan efusi pleura.
e)      Pemeriksaan abdomen.
Apabila terjadi pembesaran kelenjar getah bening di perut maka akan menimbulkan hilang nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut atau perut kembung.
f)          Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus.
Terkadang terdapat konstipasi akibat penekanan pada usus. Jika limfoma menyebar ke usus halus maka akan terjadi penurunan berat badan Diare dan Malabsorbsi. Terdapat pembengkakan pada skrotum.
g)      Pemeriksaan ekstremitas.
Jika terjadi penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut maka akan terjadi pembengkakan tungkai. Dan apabila terdapat penyumbatan pembuluh getah bening pada daerah aksila maka akan terjadi pembengkakan pada daerah aksila.

1.   Pemeriksaan penunjang
1)      Pemeriksaan Darah Lengkap
ü  SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
ü  SDM dan Hb/Ht : menurun. Peneriksaan SDM dapat menunjukkan normositik ringan sampai sedang, anemia normokromik (hiperplenisme).
ü  LED : meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit malignansi. Berguna untuk mengawasi pasien pada perbaikan dan untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya penyakit.
ü  Kerapuhan eritrosit osmotik : meningkat.
ü  Trombosit : menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang digantikan oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
ü  Test Coomb : reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun, hasil negatif biasanya terjadi pada penyakit lanjut.
ü  Besi serum dan TIBC : menurun.
ü  Alkalin fosfatase serum : meningkat terlihat pasda eksaserbasi.
ü  Kalsium serum : mungkin menigkat bila tulang terkena.
ü  Asam urat serum : meningkat sehubungan dengan destruksi nukleoprotein dan keterlibatan hati dan ginjal.
2)      Pemeriksaan THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan tindakan gstroskopy.
3)      BUN : mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL (SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan organ.
4)      Hipergamaglobulinemia umum: hipogama globulinemia dapat terjadi pada penyakit lanjut.
5)      Foto dada: dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus atau efusi pleural.
6)      Foto torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam pentahapan.
7)      Tomografi paru secara keseluruhan atau skan CT dada : dilakukan bila adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediatinum.
8)      Skan CT abdomenial: mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
9)      Ultrasound abdominal: mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa retroperitoneal.
10)  Skan tulang: dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang. Skintigrafi Galliium-67: berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodul, khususnya diatas diagfragma.
11)  Biopsi sumsum tulang: menentukan keterlibatan sumsum tulang. Invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
12)  Biopsi nodus limfa: membuat diagnosa penyakit Hodgkin berdasarkan pada adanya sel Reed-Sternberg.
13)  Mediastinoskopi: mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.
14)  Laparatomi pentahapan: mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa (Splenektomi adalah kontroversial karena ini dapat meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak biasa dilakukan kecuali pasien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil spesimen.

3.      DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pembesaran nodus limfa mediastinal dan edema jalan nafas ditandai dengan sesak napas
2.      Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi ditandai dengan takikardia, disritmia, peningkatan kedalaman pernapasan, suhu lebih tinggi dari 37,80C, malaise umum.
3.      Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan di tandai dengan penurunan berat badan
4.      Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan transpor oksigen ditandai dengan kelemahan, sesak nafas saat melakukan aktivitas, adanya sianosis, klien tampak pucat
5.      Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan orofaring yang ditandai dengan keengganan untuk makan.
6.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan akibat limfoma non-hodgkin ditandai dengan pembengkakan di tungkai, klien mengeluh kesulitan untuk berjalan, keterbatasan rentang gerak.
7.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidak adekuatan informasi tentang penyakitnya ditandai dengan, klien tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya.
8.      Nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf nyeri yang ditandai dengan klien tampak meringis
9.      Pk. Anemia
10.  Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen yang ditandai dengan warna kulit pucat
11.  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O dan CO ditandai dengan  perubahan frekuensi pernafasan
12.  Fatigue berhubungan dengan penurunan suplai oksigen yang ditandai dengan penurunan aktivitas





NO
Diagnosa
Tujuan Dan Kriteria Hasil
Intervensi
Evaluasi
1
Nyeri akut berhubungan dengan penekanan saraf nyeri ditandai dengan  klien tampak meringis
NOC : Pain Control
Setelah dilakukan asuhan keperawatan …x24 jam diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
·      Pasien dapat mengenal nyeri yang dialaminya (range 5)
·      Pasien mengetahui faktor penyebab nyeri (skala 5)
·      Pasien dapat melaporkan ketika tidak dapat mengontrol nyeri (skala 4)
·    Pasien melaporkan perubahan gejala nyeri (skala 4)

NOC : Pain Level
·         Klien melaporkan adanya rasa nyeri  yang ringan (skala 4)
·         Klien tidak mengerang atau menangis terhadap rasa sakitnya (skala 5)
·         Klien tidak menunjukkan rasa sakit akibat nyerinya (skala 5)

NIC : Pain Management
·     Lakukan pengkajian nyeri:
P: propokatif dan paliatif
Q : quality
R: region
S: severity
T: time
·     Observasi adanya respon nonverbal ketidaknyamanan

·     Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien mengatakan pengalaman nyeri
·     Ajarkan pasien untuk mengurangi nyeri dengan terapi nonfarmakologi (teknik distraksi)
·     Anjurkan pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuat
·     Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam pemberian analgesic

NIC : Analgesic Administration
·         Ketahui lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum memberikan pasien medikasi
·         Lakukan pengecekan terhadap riwayat alergi
·         Pilih analgesic yang sesuai atau kombinasikan analgesic saat di resepkan anagesik lebih dari
·         Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah  diberikan analgesic dengan satu kali dosis atau tanda yang tidak biasa dicatat perawat. Evaluasi keefektian dari analgesic


S:  Klien mengatakan nyerinya berkurang
O:
-    Tanda-tanda vital dalam batas normal
-    Wajah klien tampak tidak meringis menahan nyeri
A: Masalah teratasi sebagian
 P:   Lanjutkan intervensi + modifikasi intervensi



2
Perubahan perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen ditandai dengan warna kulit pucat

NOC : Tissue Perfusion : Peripheral
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan perfusi jaringan perifer adekuat dengan kriteria hasil :
·      CRT < 2 detik (skala 5)
·      Suhu ektremitas normal (skala 5 )
·      Nadi ektremitas normal (skala 5)
·      Tekanan systolic dan diastolic normal (skala 5)
NIC : Hemodynamic Regulation
·     Auskultasi suara paru-paru untuk mengetahui adanya keabnormalan
·     Auskultasi suara jantung
·     Monitor dan catat detak jantung, irama, nadi
·     Monitor nadi perifer, CRT, temperature, dan warna ektremitas
·     Bila perlu tinggikan kepala klien dari tempat tidur
·     Monitor adanya edema perifer

S : Klien mengatakan suhu ektremitasnya hangat
O :  Nadi klien normal, CRT<  detik, tekanan systolic dan diastolic normal
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan intervensi



3
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pembesaran nodus limfa mediastinal dan edema jalan nafas ditandai dengan sesak napas

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan pola napas efektif dengan kriteria hasil :
NOC : Respiratory status : airway patency
·    RR klien dalam rentang normal (skala 5)
·    Kedalaman inspirasi klien adekuat (skala 5)
·    Irama pernafasan normal (skala 5)
NIC : Respiratory monitoring
1.   Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan usaha pernapasan
2.   Catat pergerakan dada, serta lihat simetris dan penggunaan otot bantu napas
3.   Monitor sesak menurun atau bertambah parah
4.   Auskultasi suara paru-paru setelah pemberian terapi untuk mengetahui hasilnya
S : Klien mengatakan tidak sesak
O : RR klien dalam rentang normal, irama pernafasan normal
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan intervensi



 DAFTAR PUSTAKA
Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Dochterman, Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification. America : Mosby.
Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America: Mosby
Williams, Lipincott & Wilkins.2011.Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit.Jakarta:Indeks
Brunner & Suddarth.2002.Keperawatan Medikal-Bedah Vol.3.Jakarta:EGC
Soebandri dkk. 2001. Kuliah Hematologi dan Onkologi Medik. Lab. / SMF Ilmu Penyakit Dalam. FK. UNAIR, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Soeparman, Sarwono W. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Penerbit Balai Penerbit FKUI, Jakarta.








1 comment:

  1. Pallas'S (ford edge titanium 2019) | TITanium Art
    Pallas'S (ford edge titanium wedding bands for men titanium titanium nitride bolt carrier group 2019). titanium plate flat irons Pallas'S (ford titanium dental edge titanium 2019). Pallas'S (ford edge titanium 2019). Pallas'S (ford edge Pallas'S (ford edge titanium 2019). titanium nose stud

    ReplyDelete