PEMBAHASAN
1. Definisi
a.
Penyakit
sel sabit merupakan hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM)
mengandung hemoglobin abnormal. Sel sabit menghalangi aliran darah yang
menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit
lanjut.Prevalensi gen sel sabit yang tinggi terdapat di bagian tropik yang
dapat mencapai hingga 40% di daerah tertentu. (Sylvia A. Price, 2005)
b.
Pada
penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut
oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam
sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit
menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang
dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ
tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah,
menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin
kematian.
c.
Anemia
sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai
sabit, karena adanya hemoglobin abnormal. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, HAL 535)
d.
Anemia
sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan adanya serangan nyeri. (Smeltzer C Suzanne,
2002, hal : 943)
e. Anemia sel sabit adalah kondisi
serius di mana sel-sel darah merah menjadi berbentuk bulan sabit, seperti huruf
C. Sel darah merah normal berbentuk donat tanpa lubang (lingkaran, pipih di
bagian tengahnya), sehingga memungkinkan mereka melewati pembuluh darah dengan
mudah dan memasok oksigen bagi seluruh bagian tubuh. Sulit bagi sel darah merah
berbentuk bulan sabit untuk melewati pembuluh darah terutama di bagian pembuluh
darah yang menyempit, karena sel darah merah ini akan tersangkut dan akan menimbulkan
rasa sakit, infeksi serius, dan kerusakan organ tubuh.
f. Anemia sel sabit merupakan suatu gangguan resesif otosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif, satu buah
dari masing-masing orangtua. Hemoglobin yang cacat itu disebut hemoglobin S
(HBS), menjadi kaku dan membentuk konfigurasi seperti sabit apabila terpajan
oksigen berkadar rendah.
g. Penyakit sel sabit (sickle cell disease / sickle cel
anemia) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah
yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel
sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang
bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan
menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit akan
menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak,
tulang, dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke
organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh
darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ
bahkan sampai pada kematian.
h. Sickle cell anemia (SCA) adalah penyakit genetik yang
resesif, artinya sesorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari
kedua orangtuanya. Hal inilah yang menyebabkan panyakit SCA jarang terjadi.
Seseorang yang hanya mewarisi satu gen tidak akan menunjukkan gejala dan hanya
berperan sebagai pembawa. Jika satu pihak orangtua mempunyai gen sickle cell
anemia dan yang lain merupakan pembawa, maka terdapat 50% kesempatan anaknya
menderita sickle cell anemia dan 50% kesempatan sebagai pembawa.
2. Patofisiologi
Anemia sel sabit adalah
gangguan resesif autosomal yang disebabkan pewarisan dua salinan gen hemoglobin defektif ,
masing-masing satu dari orang tua. Adanya defek pada molekul hemoglobin dimana defek tersebut merupakan
satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin. Oleh karena hemoglobin
Anormal mengandung dua rantai alfa dan dua rantai beta, maka terdapat dua gen
untuk sintesis tiap rantai. Hemoglobin yang cacat tersebut, yang disebut
hemoglobin S (Hb S), menjadi kaku
dan membentuk konfigurasi seperti sabit jika terpajan oksigen berkadar rendah.
Tekanan oksidatif juga memicu produksi hasil akhir glikasi yang masuk ke dalam
sirkulasi , sehingga memperburuk proses patologi vaskular pada individu yang
mengidap anemia sel sabit . Sel darah merah pada anemia sel sabit ini
kehilangan kemampuan untuk bergerak dengan mudah melewati pembuluh yang sempit
akibatnya terperangkap di dalam mikrosirkulasi. Hal ini menyebakan penyumbatan
aliran darah ke jaringan di bawahnya, akibatnya
timbul nyeri karena iskemia jaringan. Meskipun bentuk sel sabit ini bersifat
reversible atau dapat kembali ke bentuk semula jika saturasi hemoglobin kembali
normal, sel sabit sangat rapuh dan banyak yang sudah hancur di dalam pembuluh
yang sangat kecil, sehingga menyebabkan anemia. Sel–sel yang telah hancur
disaring dan dipindahkan dari sirkulasi ke dalam limpa; kondisi ini menyebkan
limpa bekerja lebih berat. Jaringan parut dan kadang-kadang infark (sel yang
sudah mati) dari berbagai organ, terutama limpa dan tulang , dapat terjadi. Disfungsi
multiorgan sering terjadi setelah beberapa tahun.
Kondisi-kondisi yang
dapat menstimulasi sel sabit antara lain hipoksia, ansietas , demam, dan
terperajan dingin. Karena limpa merupakan organ imun yang penting, infeksi ,
terutama yang disebabkan bakteri-bakteri , umumnya dan sering menstimulasi
krisi sel sabit.
Pada saat lahir, tanda
anemia sel sabit mungkin tidak terlihat
karena semua bayi memiliki kadar tinggi jenis hemoglobin yang berbeda, yaitu
hemomglobin fetal (F). Hemoglobin fetal tidak bebrbentuk sabit, tetapi hanya
bertahan dalam waktu kira-kira 4 bulan setelah lahir. Pada saat inilah tanda
penyakit mulai terlihat.Karena tanda ini termasuk gejala klasik anemia dan
tanda yang berhubungan dengan karakteristik gangguan sumbatan yang sangat
nyeri.
Individu pengidap sel anemia sel sabit membawa dua gen
defektif dan akbiatnya hanya memiliki hemoglobin S. Individu yang heterozigot untuk
gen sel sabit (membawa satu gen defektif )
dikatakan mebawa sifat sel sabit. Heterozigot biasanya menggambarkan
hemoglobin S pada sekitar 30-40% sel darah merahnya dengan hemoglobin normal
dibawa oleh sel darah yang tersisa. Individu ini biasannya asimtomatik kecuali
terpajan dengan kadar oksigen yang rendah,terutama ketika berolahraga.(Corwin,
Elizabeth ,2009 ; 417)
Hb
HbS /
Hb HbHb HbHbS
HbS HbHbS HbSHbS
/
3. Etiologi
atau faktor risiko
Kelainan ini bersifat herediter dan
autosomal resesif sehingga jika kedua orang tuanya menderita, maka 100% anaknya
akan menderita anemia sel sabit.manun ketika seseorang memiliki 1 alel sel
sabit dan 1 alel normal, maka dia hanya sebagai carier dan tidak menampakkan
gejala klinis anemia sel sabit.
Selain itu, ada hal-hal yang dapat menjadi faktor risiko anemia sel sabit adalah : (Price A Sylvia, 2005, hal : 262)
1. Infeksi
2. Disfungsi jantung
3. Disfungsi paru
4. Anastesi umum
5. Dataran tinggi
6. Menyelam
Manifestasi klinis anemia sel sabit
Sistem
|
Komplikasi
|
Tanda dan gejala
|
Berkaitan dengan
|
Jantung
|
Gagal jantung
kongestif
|
Kardiomegali,
bising ejeksi sistolik, takikardia, napas pendek, dipsnea sewaktu latihan
fisik, gelisah.
|
Anemia, hemolisis
kronis.
|
Paru
|
Infark paru,
pneumonia (terutama oleh Haemophilus influenzae dan Strepcoccuc pneumoniae),
pneumonia pneumokok.
|
Nyeri dada,
batuk, napas pendek, demam, hemoptisis, kegelisahan.
|
Krisis infark,
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi, pirau arteriovenosa intrapulmonal,
asplenia fungsional.
|
Saraf pusat
|
Thrombosis
serebral
|
Hemiplegia,
afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih.
|
Krisis infark.
|
Genitourinaria
|
Disfungsi ginjal,
priapismus.
|
Nyeri pinggang,
hematuria, isotenuria
Pembesaran dan
nyeri penis.
|
Nekrosis papila
ginjal akibat mikroinfark.
Krisis infark dan
pembentukan sabit intravaskular.
|
Gastrointestinal
|
Kolesistitis,
fobrosis hati, abses hati.
|
Nyeri perut,
hepatomegali, ikterus, demam.
|
Hemolisis kronis,
krisis infark.
|
Okular
|
Ablasio retina,
penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan.
|
Nyeri,
penglihatan berubah, buta.
|
Mikroinfark.
|
Skeletal
|
Nekrosis aseptik
kaput femoris dan kaput humeri, dektilitis (biasanya pada anak kecil)
|
Nyeri, mobilitas
berkurang, nyeri dan bengkak pada tangan dan kaki.
|
Infark, infeksi.
Infark intramedular dengan atau tanpa periostitis.
|
Kulit
|
Ulkus tungkai
kronis.
|
Nyeri, ulkus
terbuka dan mengering.
|
Infark, gangguan
sirkulasi pada kapiler, venula yang disebabkan oleh pembentukan sabit
intravaskular.
|
4. Treatment
atau penanganan
Penanganan
kelainan hemoglobin ini masih terus berkembang. Banyak percobaan pengobatan
yang mempunyai sifat antisabit telah dilakukan. Meskipun jumlah sampelnya masih
terlaly sedikit, namun ada harapan yang menjanjikan dengan hydroxyurea. Obat ini meningkatkan produksi hemoglobin fetal (Hb F)
pada pasien dengan penyakit sel sabit. Presentase sel sabit ireversible menurun
dan terjadinya nyeri berkurang. Obat ini juga mengurangi hemolisis dan
memperpanjang ketahanan hidup sel darah merah. Obat ini masih dianggap
eksperimentak dan mempunyai berbagai risiko seperti karsinogenesis dan
tetogenesis yang belum dipahami.
Cetiedil citrate, suatu modifier membran sel darah merah, juga mempunyai
efek antisabit yang efektif. Pentoxifyline
obat yang menurunkan kekentalan darah dan tahanan vaskuler perifer, memberikan
harapan menurunkan lamanya krisis sel sabit. Vanili, bahan tambahan makanan
juga mempunyai sifat antisabit dan sedang dievaluasi sebagai terapi tambahan
untuk anemia sel sabit.
Penyuluhan
mengenai keinginan mempunyai anak harus diberikan kepada semua pasangan usia
subur yang menderita anemia sel sabit atau trait sel sabit. Penyuluhan mungkin
lebih efektif apabila dilakukan oleh anggota komunitas yang berasal dari kelompok
etnis yang sama yang merupakan kelompok dengan risiko tinggi. Krisis tidak
selalu dapat dicegah. Tetapi bila bayi dengan penyakit sel sabit diimunisasi
untuk melawan Hemophilus influenza
pada usia 2 bulan dan diberi pencegahan dengan penisilin maka angka morbiditas
dan mortalitasnya dapat diturunkan.
Karena
infeksi nampaknya mencetuskan krisis, maka setiap infeksi harus segera
ditangani atau dicegah bila mungkin. Karena dehidrasi dan hipoksia memacu
terjadinya penyabitan sel, maka pasien dianjurkan untuk menghindari ketinggian,
anastesia, atau kehilangan cairan. Karena adanya defek ginjal, pasien ini
sangat mudah mengalami dehidrasi. Terapi asam folat diberikan setiap hari,
karena kebutuhan sumsum tulang sangat tinggi.
Selain
itu menurut Wiwik Handayani (2008) penatalaksanaan anemia sel sabit sebagai
berikut:
1.
Antibiotik
profilaktik dapat diberikan untuk mencegah infeksi
2.
Suplemen
asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah
3.
Bila
terjadi krisis sel sabit terapi yang utama adalah hidarasi dan analgetik
4.
Menghindari
situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen
5.
Transfusi
sel darah merah pada keadaan tertentu saja, yaitu krisis aplastik bila
hemoglobin klien turun drastis, krisis nyeri hebat yang tidak berespons dengan
terapi apapun selama beberapa hari, tindakan prabedah untuk mengencerkan sel
sabit, dan sebagai usaha mencegah terjadinya krisis selama paruh akhir masa
kehamilan.
5. Komplikasi
Komplikasi
anemia sel sabit meliputi infeksi, hipoksia dan iskemia, episode trombosis,
stroke, gagal ginjal, dan priapiosmus (nyeri abnormal ereksi penis
terus-menerus). Pasien dengan anemia sel sabit biasanya rentan terhadap infeksi, terutama
pneumonia dan osteomielitis. Mereka dapat mengalami krisis aplastika dengan
infeksi dan dapat menderita batu kandung empedu (akibat peningkatan hemolisis
yang menyebabkan batu bilirubin) dan usus tungkai. Infeksi merupakan penyebab
kematian utama.
Episode
trombosis dapat mengakibatkan infark paru atau terjadinya stroke mendadak
dengan paralisis pada satu sisi. Episode ini sama sekali tidak dapat
diramalkan; dapat terjadi tiap bulan atau sangat jarang dan dapat berlangsung
selama beberapa jam, hari atau minggu. Kejadian yang nampaknya dapat
menimbulkan krisis adalah dehidrasi, kelemahan, asupan alkohol, stres emosi,
dan asidosis.
Infeksi
sering terjadi dan dapt berlangsung fatal pada masa anak-anak kematian mendadak
dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana terjadi pooling sel darah merah
ke RES dan kompartemen vaskular sehingga hematokrit mendadak menurun.
Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal dapat
berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis aseptik
kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan
impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla
karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulanng
sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S
trait juga dapat mengalami hematuria (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536)
6. Pencegahan
a. Pembawa ciri penyakit ini digalakkan menghadiri konseling
genetik.
b.
Rawatan
yang segera untuk jangkitan kuman yang berlaku, pengoksigenan yang mencukupi
dan mengekalkan tahap penghidratan yang normal dapat mengelakkan sel darah
merah menjadi bentuk sabit.
c.
Diagnosis
dini pre-natal kini boleh dijalankan untuk pasangan yang berisiko melahirkan
bayi yang mengalami anemia sel sabit.
7. Pendidikan
kesehatan
a. Selama
krisis sel sabit, pasien diharuskan beristirahat tanpa gangguan selama mungkin.
b. Ekstrimitas
yang membengkak tidak boleh digerakkan dan nyeri harus dihilangkan.
c. Teknik
relaksasi, latihan pernapasan, dan berendam dalam kolam berbusa dapat
meringankan penderitaan pasien.
d. Bantu
pasien dan keluarga menyesuaikan diri terhadap penyakit kronis ini dan memahami
pentingnya hidrasi dan pencegahan infeksi.
e. Anjurkan
pasien dan keluarga untuk segera mencari pertolongan medis bila muncul tanda
infeksi atau komplikasi lain.
8. Konsep
Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian
merupakan dasar proses keperawatan, diperlukan pengkajian yang cermat untuk
masalah klien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Informasi
akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan. Sebagai sumber informasi dapat
digunakan yaitu pasien, keluarga, anak, saudara, teman, petugas kesehatan atau
sumber data sekunder.
1.
Pengumpulan
data
v Identitas klien.
Nama
klien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat
v Identitas penanggung
v Keluhan utama
Pada
keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan klien pada saat itu seperti
kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat atau penyakit masa lalu yang pernah
diderita.
v Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat
kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatatn atau penyakit masa
lalu yang pernah diderita.
v Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit
anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/ kegagalan genetik yang berasal
dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit.
v Riwayat kesehatan sekarang
-
Klien
terlihat keletihan dan lemah
-
Muka
klien pucat dan klien mengalami palpitasi
2.
Pemeriksaan
fisik
v Inspeksi
-
Mata : ikterus, konjungtiva pucat
-
Mulut : mukosa bibir kering
-
Perut : pembesaran perut,
asites.
-
Kulit : warna kulit pucat, kering.
v Palpasi
-
Nyeri
tekan pada daerah empedu
-
Nyeri
tekan pada abdomen kuadran kanan atas
-
Pembesaran/distensi
hepar (hepatomegali)
v Auskultasi
-
Gemericik,
ronkhii, mengi, penurunan bunyi napas.
-
Bunyi
bronchial/ bronkovesikuler pada perifer paru.
v Aktivitas / istirahat
Gejala :
keletihan / kelemahan terus-menerus sepanjang hari. Kebutuhan tidur lebih besar
dan istirahat.
Tanda : Gangguan
gaya berjalan.
v Sirkulasi
Gejala : palpitasi atau nyeri.
Tanda : tekanan
darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis,
konjungtiva pucat.
v Eliminasi
Gejala : sering berkemih, nokturia (berkemih malam
hari)
v Integritas ego
Gejala : kuatir, takut
Tanda : ansietas,
gelisah
v Makanan / cairan
Gejala : nafsu makan menurun.
Tanda : penurunan
berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas gigitan, tampak kulit dan membran
mukosa kering.
v Hygiene
Gejala : keletihan atau kelemahan
Tanda : penampilan tidak rapi
v Neurosensori
Gejala : sakit kepala atau pusing, gangguan
penglihatan
Tanda : kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
v Pernapasan
Gejala : dipsnea saat bekerja
Tanda : mengi
v Keamanan
Gejala : riwayat transfusi
Tanda : demam ringan, gangguan penglihatan.
v Seksualitas
Gejala : kehilangan libido.
3.
Pemeriksaan
penunjang
a.
Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah
bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit)
penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b.
Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian
atau lengkap, sel bentuk bulan sabit.
c.
Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang
menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit
dan sifat yang diwariskan (trait)
d.
Elektroforesis hemoglobin : mengidentifikasi adanya tipe
hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel
trait.
e.
LED : meningkat
f.
GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2
g.
Bilirubin serum : meningkat
h.
LDH : meningkat
i.
IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan
ginjal
j.
Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang
k.
Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang
((Doenges E.M, 2002, hal : 585)
4.
Klasifikasi
data
Data subjektif
|
Data objektif
|
Keletihan atau kelemahan
|
Konjungtiva pucat
|
Nokturi
|
Gelisah
|
Nafsu makan menurun
|
Warna kulit pucat
|
Nyeri pada punggung
|
Gangguan gaya berjalan
|
Sakit kepala
|
Tekanan darah menurun
|
Berat badan menurun
|
Demam ringan
|
Gangguan penglihatan
|
Eritrosit menurun
|
Bilirubin serumen : meningkat
|
|
JDL : leukosit dantrombosit
menurun
|
|
LDH menurun
|
b. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul
a.
PK
anemia
b.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi ditandai dengan
ketidakakuratan mengikuti perintah.
c.
Keletihan
berhubungan dengan status penyakit, anemia ditandai dengan lesu dan lelah
d.
Hipertermia
berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas kisaran normal.
e.
Ketidakefektifan
pola napas berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan terganggu
ditandai dengan dipsnea
f.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran arteri terhambat, penurunan
suplai oksigen ke otak ditandai dengan perubahan status mental
g.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nekrosis tulang ditandai dengan hemiplegi.
h.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera biologis ditandai dengan melaporkan nyeri
secara verbal, mengekspresikan perilaku.
i.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan penurunan sirkulasi, penurunan imunologis
ditandai dengan kerusakan lapisan kulit.
j.
Risiko
cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan.
k.
Gangguan
sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan perubahan integrasi sensori
ditandai denganperubahan dalam ketajaman sensori.
l.
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis
ditandai dengan muntah dan anoreksia.
m.
Risiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang
tidak adekuat (leukopenia).
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara,
Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne McCloskey. 2000. Nursing Interventions Classification.
America: Mosby.
Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcomes Classification.
America: Mosby.
Smith,
Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan.
Yogyakarta: Digna Pustaka.
Price,
Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume
1. Jakarta: EGC
Guyton
& Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Handayani,
Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
No comments:
Post a Comment