Friday, March 24, 2017

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP HEMODIALISA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN TERAPI HEMODIALISIS

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1.      Definisi / Pengertian
Dialisis adalah proses yang menggantikan secara fungsional pada gangguan fungsi ginjal dengan membuang kelebihan cairan dan akumulasi toksin endogen atau eksogen. Dialisis paling sering digunakan untuk pasien dengan penyakit ginjal akut atau kronis (tahap akhir).
(Doenges, 2000)

2.      Epidemiologi / Insiden Kasus
Dialisis di Indonesia di mulai pada tahun 1970 sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Diperkirakan telah lebih dari 100.000 pasien yang akhir – akhir ini menjalani dialisis.

3.      Indikasi Tindakan
Pada umumnya indikasi dialisis pada GGK alah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah kurang dari 5mL/menit, yang di dalam praktek dianggap demikian bila (TKK) < 5mL/menit. Keadaan pasien yang hanya mempunyai TKK < 5mL/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu hal berikut :
-          Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
-          K serum > 6 mEq/L
-          Ureum darah > 200mg/dL
-          pH darah < 7,1
-          Anuria berkepanjangan (>5 hari)
-          Fluid overload

4.      Konsep Fisiologi Tindakan Atau Alat / Pengaruh Terhadap Tubuh
A. Konsep Fisiologi Tindakan
Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membran semipermiabel. Molekul- molekul air dan zat-zat terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan dapat melewati pori-pori membran dan bercampur sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier membran semipermiabel. Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau dializer berhubungan dengan proses difusi dan ultrafiltrasi (konveksi).
a.       Proses Difusi
Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya.
b.      Proses Ultrafiltrasi
Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik.
1)      Ultrafiltrasi hidrostatik
-          Transmembrane pressure (TMP)
TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan tekanan yang melewati membran.
-          Koefisien ultrafiltrasi (KUf)
Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran.
2)      Ultrafiltrasi osmotik
Dimisalkan ada 2 larutan “A” dan “B” dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila larutan “B” mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding “A” maka konsentrasi air dilarutan “B” lebih kecil dibanding konsentrasi larutan “A”. Dengan demikian air akan berpindah dari “A” ke “B” melalui membran dan sekaligus akan membawa zat -zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama.
B. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
         UF Goal / UFR
         Metoda Heparin
         Lokasi & type AV
         Blood flow rate & lama HD
         Type & luas permukaan dialiser
         Komposisi cairan dialisat
C. Peralatan / Pengaruh Terhadap Tubuh
a.       Hemodialisis
Peralatan untuk terapi HD terdiri dari dializer, water treatment, larutan dialisat (konsentrat) serta mesin HD dengan sistem monitor.
(1)   Dializer
Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi, Cellulosynthetic, Synthetic. Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga dengan permiabilitas air. Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmHg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran. Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan. Molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Ada 3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dializer dan coil dializer. Setiap dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollowfiber dengan membran selulosa.
(2)   Water Treatment
Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak mengandung zat organik dan mineral. Air keran ini akan diolah oleh water treatment sistim bertahap.
(3)   Larutan Dialisat
§  Dialisat Asetat
Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif stabil. Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek samping yang sering seperti mual, muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin. Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut:
§  Dialisat Bikarbonat
Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan magnesium karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut. Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali HD bila menggunakan dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat.
(4)   Mesin hemodialisis
Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara 200-300 ml per,33 - 8,33 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara 34-390 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan penderita.
(5)   Tusukan Vaskuler
Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Untuk melakukan dialisis intermiten jangka panjang, maka perlu ada jalan masuk ke sistem vaskular penderita yang dapat di andalkan. Darah harus dapat keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200-400 ml/menit. Teknik-teknik akses vaskuler utama untuk hemodialisis dibedakan menjadi akses eksternal dan akses internal (Price, 1995).
a)      Akses Internal (Permanen)
§  Arterio-Venous Fistula (AVF).
AVF di buat dengan teknik bedah melalui anastomosis langsung dari suatu arteri dengan vena (biasanya arteri radialis dan vena sefalika pergelangan tangan) pada tangan yang non dominant. Darah pirau dari arteri ke vana membesar setelah beberapa minggu. Pungsi vena dengan jarum yang besar akan lebih mudah di lakukan dan mencapai aliran darah pada tekanan arterial. Hubungan ke sistem dialisis di buat dengann menempatkan satu jarum di distal (garis arteri) dan sebuah jarum lagi di proksimal (garis vena) pada vena yang sudah di arterialisasi tersebut. Masalah yang paling utam adalah rasa nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, trombosis, kesulitan hemostasis postdialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome) (Price, 1995).
§  Arterio-Venous Graft (AVG).
Di ciptakan dengan menempatkan ujung kanula dari teflon dalam arteri (biasanya arteri radialis atau tibialis posterior) dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung-ujung kanula kemudian dihubungkan dengan selang karet silikon dan suatu sambungan teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu di lakukan dialisis, maka selang pirau eksternal di pisahkan dan di buat hubungan dengan dialyzer. Darah kemudian mengalir dari jalur arteri, melalui dialyzer dan kemudian kembali ke vena. Masalah utama adalah masa pemakaian yang pendek akibat pembekuan dan infeksi (rata-rata 9 bulan).
b)      Akses eksternal atau kateter
§  Kateter vena subklavia
§  Kateter vena jugularis
§  Kateter vena femoralis
Kateter adalah suatu pipa berlubang yang dimasukkan kedalamvena subklavia, jugularis, atau vena femoralis yang memiliki akses langsung menuju jantung katetr ini merupakan akses vaskular sementara. akses ini digunakan jika akses internal tidak dapat digunakan untuk pengobatan, dan pasien membutuhkan dialisis darurat. Internal AVF and AFG lebih di pilih untuk di gunakan dari pada kateter karena AVF dan AVG menurunkan kemungkinan infeksi, yang sangat penting bagi pasien yang menjalani terapi hemodialisis yang memiliki daya imun rendah (Kidney Dialysis Foundation, 2004).
b.      Dialisa Peritoneal
Tidak jauh berbeda dengan HD, dialisis peritoneal (DP) juga menggunakan kateter namun yang dipakai adalah Stylet Catheter (kateter peritoneum) untuk dipasang pada abdomen masuk dalam kavum peritoneum sehingga ujung kateter terletak dalam kavum Douglasi.
Cairan dialisat yang digunakan mengandung elektrolit dengan kadar seperti pada plasma darah normal.
Elektrolit
Meq/L
Tek Osmosis (mOsm/L)
Na+
140,0
140,0
Ca++
4,0
2,0
Mg++
1,5
0,8
Cl-
102,0
102,0
Laktat
43,5
83,3
Glukosa
15,0 gr/L

291,0 Meq/L
371,6 mOsm/L


Gb 1. Mesin Hemodialisa
 

Gb 2. Catheter & Syringe
 
DSCN0457DSCN0450 


DSCN0458

Gb 3. Cairan dialisat
 












5.      Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi
Penyebab
Demam
§  Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah
§  Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yang berakibat fatal (anafilaksis)
§  Alergi terhadap zat di dalam mesin
§  Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah
Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung
Kadar kalium & zat lainnya yang abnormal dalam darah
Emboli udara
Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata atau perut
Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan





B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
·         Data Subyektif
Keluhan lelah, malaise, riwayat HT lama, penurunan frekuensi urin/oliguri, penurunan nafsu makan, mual, sakit kepala, penglihatan kabur, sesak, kulit gatal, cemas
·         Data Obyektif
Kelemahan otot, turgor kulit menurun, mukosa kering, hipo/hipertensi, nadi lemah, kulit pucat, perubahan warna urin/kuning pekat, ascites, edema, penurunan kekuatan otot, rambut tipis, kulit kering, ekimosis

2.      Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.       Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi mengenai prosedur HD
b.      Risiko infeksi berhubungan dengan akses langsung pada aliran darah sekunder akibat akses vaskular
c.       Mual berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia)
d.      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan ultrafiltrasi, pembatasan cairan
e.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemasukan aliran dgn cepat selama dialisa
f.       Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan GI (uremia), pembatasan diet, hilangnya protein selama dialisis
g.      PK: Hipertensi/Hipotensi
h.      PK: Hemoragi
i.        PK: Ketidakseimbangan Elektrolit

3.      Perencanaan
a.      Dx : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi mengenai prosedur HD
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 20 menit diharapkan tingkat pengetahuan pasien meningkat
Kriteria hasil :
·         Pasien mampu menjelaskan secara benar pengertian, tujuan, prosedur, indikasi, dan efek samping dilakukan  HD
·         Pasien tampak tidak bertanya-tanya
·         Pasien tampak kooperatif
Intervensi :
(1)   Kaji tingkat pengetahuan  klien tentang  tindakan yang akan diberikan
R/ Mempermudah dalam pemberian tindakan keperawatan
(2)   Dorong dan berikan kesempatan untuk bertanya
R/ Meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan keputusan, dan menurunkan ansietas
(3)   Beikan informasi kepada pasien/orang terdekat tentang HD yang meliputi :
a)      Pengertian HD
b)      Tujuan HD
c)      Prosedur HD
d)     Indikasi HD
e)      Efek samping selama dan sesudah dilakukan HD
R/ Memberikan dasar pengetahuan kepada pasien sehingga pasien dapat memperoleh informasi untuk mengurangi ansietas, menghindari terjadinya kontaminasi serta menurunkan risiko infeksi, pasien dapat mengevaluasi efek terapi/kebutuhan, mendukung upaya perawatan diri

b.      Dx : Risiko infeksi berhubungan dengan akses langsung pada aliran darah sekunder akibat akses vaskular
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi.
Kriteria hasil :
·         Suhu tubuh pasien normal (36,5-37,5˚C)
·         Tidak teraba panas, tidak terdapat kemerahan, bengkak, dan terasa nyeri pada akses vaskular
·         WBC dalam batas normal (4, 5 – 10, 9 10e 3/µL)

Intervensi :
Mandiri
(1)   Ukur tanda-tanda vital
R/ peningkatan suhu tubuh sebagai manifestasi awal terjadinya reaksi infeksi
(2)   Lakukan teknik aseptik dan gunakan masker selama pemasangan kateter, ganti balutan dan kapan pun  sistem dibuka. Ganti selang sesuai indikasi.
R/ mencegah introduksi organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat menyebabkan infeksi.
(3)   Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati- hati tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan kateter,warna,bau,drainase dari sekitar sisi pemasangan.
R/ lingkungan yang lembab meningkatkan pertumbuhan bakteri.
Kolaborasi:
(4)   Awasi jumlah WBC dari keluaran
R/ adanya peningkatan WBC pada awal dapat menunjukkan respon normal terhadap substansi asing; namun berlanjutnya peningkatan diduga terjadinya infeksi.
(5)   Ambil spesimen darah, keluaran cairan, dan/atau drainase dari sisi pemasangan sesuai indikasi untuk kultur/sensitivitas.
R/ mengidentifikasi tipe organisme.
(6)   Awasi klirens ginjal /BUN,kreatinin
R/ antibiotik dan dosis pilihan akan dipengaruhi oleh fungsi ginjal.
(7)   Berikan antibiotik secara sistemik atau dalam dialisat sesuai indikasi.
R/ mengatasi infeksi, mencegah sepsis.

c.       Dx : Mual berhubungan dengan gangguan biokimia (uremia)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan pasien tidak mengalami mual dan muntah.
Kriteria hasil:
·         Pasien tidak melaporkan adanya rasa mual atau sakit pada perut
·         Tidak ada tanta-tanda peningkatan saliva (meludah / menelan)
·         Pasien tidak melaporkan adanya rasa asam di mulut
·         Pasien menunjukkan kemauan untuk makan
Intervensi:
Mandiri :
(1)   Jauhkan pasien dari benda-benda yang berbau tajam, yang dapat merangsang mual dan muntah.
R/ benda yang berbau dapat merangsang mual dan muntah
(2)   Dorong pasien tirah baring dan/atau pembatasan aktivitas
R/ menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori
(3)   Anjurkan pasien untuk memakan manisan
R/ mengurangi rasa asam di mulut
(4)   Berikan lingkungan yang nyaman, ventilasi yang cukup
R/ lingkungan yang nyaman dapat menurunkan stres 
(5)   Beri pilihan makanan yang disukai pasien sesuai indikasi diit yang dianjurkan.
R/ makanan yang disukai akan merangsang pasien untuk makan
(6)   Sediakan makanan/minuman dalam keadaan hangat
R/ makanan dan minuman dalam keadaan hangat akan merangsang nafsu makan dan mengurangi rasa mual
Kolaborasi :
(7)   Berikan obat antiemetik (antimual), ex: ondansentron
R/ untuk mengurangi mual

d.      Dx : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan ultrafiltrasi, pembatasan cairan
Tujuan  :   Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan volume cairan normal
Kriteria Hasil:
·         TTV normal (Nadi= 60-100 x/menit, TD= 120/80-140/100 mmHg)
·         BB sesuai dengan umur
·         Turgor kulit elastis < 2 detik
·         Mukosa lembab
·         Tidak ada perdarahan
Intervensi:
Mandiri
(1)   Awasi TD, nadi, dan tekanan hemodinamik bila tersedia selama dialisa
R/ Hipotensi, takikardia, penurunan tekanan hemodinamik menunjukkan kekurangan cairan
(2)   Timbang tiap hari sebelum/sesudah dialisa dilakukan
R/ Penurunan berat badan waktu pengukuran dengan tepat adalah pengukuran ultrafiltrasi dan pembuangan cairan
(3)   Inspeksi membran mukosa dan evaluasi turgor kulit
R/ Membran mukosa kering, turgor kulit buruk adalah indikator dari dehidrasi dan membutuhkan peningkatan pemasukan dalam kekuatan dialisis.
(4)   Kaji adanya perdarahan terus menerus atau perdarahan besar pada sisi akses, membran mukosa, insisi/luka. Hematemesis/guaiak feses, drainase gaster
R/ Heparinisasi sistemik selama dialisa meningkatkan waktu pembekuan dan menempatkan pasien pada risiko perdarahan, khususnya selama 4 jam pertama setelah prosedur
(5)   Ukur semua sumber pemasukan dan pengeluaran. Lakukan ini tiap hari
R/ Membantu mengevaluasi status cairan, khususnya bila dibandingkan dengan berat badan. Catatan: Haluaran urine adalah evaluasi tidak akurat dari fungsi ginjal pada pasien dialisa. Beberapa orang menunjukkan haluaran urine dengan sedikit klirens toksin ginjal, yang lain menunjukkan oliguria atau anuria
(6)   Tempatkan pasien pada posisi telentang/Trandelenburg sesuai kebutuhan
R/ Memaksimalkan aliran balik vena bila terjadi hipotensi
Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
(7)   Hb/Ht
R/ Menurun karena anemia, hemodilusi, atau kehilangan darah aktual
(8)   Elektrolit serum dan Ph
R/ Ketidak seimbangan dapat memerlukan perubahan dalam cairan dialisa atau tambahan pengganti untuk mencapai keseimbangan
(9)   Waktu pembekuan, contoh ACT.PT/PTT, dan jumlah trombosit
R/ Penggunaan Heparin untuk mencegah pembekuan pada aliran darah dan hemofilter mengubah koagulasi dan potensial perdarahan aktif
(10)     Berikan cairan IV (contoh garam faal)/volume ekspander (contoh albumin) selama dialisa sesuai indikasi
R/ Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemovolter CAF, bila kecepatan uktrafiltraso tinggi digunakan untuk membuang cairan ektraselular dan cairan toksik. Volume ekstapander mungkin dibutuhkan selama atau setelah hemodialisa bila terjadi hipotensi tiba-tiba atau nyata

e.       Dx : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pemasukan aliran dgn cepat selama dialisa
Tujuan      :    Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan volume cairan normal
Kriteria hasil :
·         TTV normal (Nadi= 60-100 x/menit, TD= 120/80-140/100 mmHg)
·         Tidak terjadi edema
·         Kadar Natrium dalam batas normal  ( 135 – 145  mEq/L)
·         Turgor kulit baik
·         Tidak terjadi dispneu
Intervensi :
Mandiri
(1)   Awasi tekanan darah dan nadi, perhatikan hipertensi, nadi kuat, edema perifer
R/ Peninggian menunjukkan hipervolemia. Kelebihan cairan berpotensi gagal jantung kongestif/edema paru
(2)   Inspeksi membran mukosa dan evaluasi turgor kulit
R/ Membran mukosa kering, turgor kulit buruk adalah indikator dari dehidrasi dan membutuhkan peningkatan pemasukan dalam kekuatan dialisis.
Kolaborasi
(3)   Perubahan program dialisat sesuai indikasi
R/ Perubahan mungkin diperlukan dalam konsentrasi glukosa dan natrium untuk memudahkan efisiensi dialisis.
(4)   Awasi natrium serum
R/ Hipernatremia dapat terjadi meskipun kadar serum dapat menunjukkan efek pengenceran dari kelebihan volume cairan.
(5)   Pertahankan pembatasan cairan sesuai indikasi
R/ Pembatasan cairan dapat menurunkan kelebihan volume cairan

f.       Dx : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan GI (uremia), pembatasan diet, hilangnya protein selama dialisis
Tujuan    : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam  diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria hasil :
·         BB mengalami peningkatan
·         Tidak adanya mual muntah
·         Pasien mengatakan nafsu makan bertambah
·         Pasien tidak mengalami kesulitan menelan
Intervensi :
Mandiri
(1)   Awasi konsumsi makanan/cairan dan hitung masukan kalori per hari
R/ mengidentifikasi kekurangan nutrisi/kebutuhan terapi
(2)   Anjurkan pasien mempertahankan masukan makanan harian, termasuk perkiraan jumlah konsumsi elekrolit (natrium, kalium, klorida, magnesium), dan protein
R/ membantu pasien untuk menyadari “gambaran besar” dan memungkinkan kesempatan untuk mengubah pilihan diet untuk memenuhi keinginan individu dalam pembatasan yang diidentifikasi
(3)   Perhatikan adanya mual-muntah
R/ gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah/menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
(4)   Kaji kemampuan untuk mengunyah,merasakan, dan menelan
R/ Lesi mulut, dan proses dialisis dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
(5)   Timbang BB sesuai kebutuhan. Evaluasi BB dalam hal adanya BB yang tidak sesuai. Gunakan serangkaian pengukuran BB dan antropometrik.
R/ Indikator pemenuhan nutrisi / pemasukan yang adekuat.
(6)   Berikan makan sedikit dan frekuensi sering. Jadwalkan makan sesuai dengan kebutuhan dialisis
R/ Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan. Tipe dialysis mempengaruhi pola makan, contoh pasien dengan hemodialisa mungkin tidak makan sebelum/selama prosedur,, karena ini dapat mengubah pembuangan cairan
Kolaborasi
(7)   Rujuk ke ahli gizi
R/ berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan budaya/pola hidup meningkatkan kerjasama pasien.
(8)   Berikan diet tinggi karbohidrat yang meliputi jumlah protein kualitas tinggi dan asam amino essential dengan pembatasan natrium/kalium sesuai indikasi
R/ memberikan nutrien cukup untuk memperbaiki energy, mencegah penggunaan otot, meningkatkan regenerasi jaringan/penyembuhan dan keseimbangan elektrolit
(9)   Berikan multivitamin termasuk asam askorbat, asam folat, vitamin D, dan tambahan esi sesuai indikasi
R/ menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia atau selam dialisis
(10)     Berikan tambahan parenteral sesuai indikasi
R/ hiperalimentasi mungkin diperlukan untuk meningkatkan regenerasi tubulus ginjal/perbaikan proses penyakit dasar dan untuk memberikan nutrient bila makan per oral atau enteral dikontraindikasikan
(11)     Awasi kadar protein/albumin serum
R/ indikator kebutuhan protein
(12)     Berikan antiemetik, contoh proklorperazin (Compazine)
R/ menurunkan stimulasi pada pusat muntah
(13)     Masukkan/pertahankan selang nasogastrik sesuai indikasi
R/ untuk mempertahan intake nutrisi yang adekuat bila terjadi muntah menetap

g.      Dx PK: Hipertensi/Hipotensi
Tujuan    : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam  diharapkan perawat dapat meminimalkan komplikasi dari hipertensi/hipotensi
Kriteria hasil :
·         TTV dalam batas normal :
·         TD = 110-140/70-90 mmHG
·         Nadi = 60-100 x/mnt
·         RR = 16-24 x/mnt
·         Klien melaporkan tidak mengeluh pusing
Intervensi
(1)   Pantau tekanan darah dan bandingkan serta laporkan hasilnya dengan yang diambil sebelumnya
R/ Mengetahui perubahan status tekanan darah sehingga dapat mengetahui apakah ada tanda terjadinya syok
(2)   Jamin klien mendapat sebanyak mungkin istirahat tanpa gangguan
R/ Istirahat adekuat meningkatkan relaksasi dan mungkin membantu menurunkan hipertensi dan menurunkan risiko terjadinya kejang
(3)   - Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
R/ Medikasi antihipertensi berperan penting dalam penanganan hipertensi yang berhungan dengan gagal ginjal akut
(4)   Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan  diet makanan
R/ makanan tertentu mampu meningkatkan tekanan darah

h.      Dx PK: Hemoragi
Tujuan    : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan perawat dapat meminimalisir komplikasi dari perdarahan
Kriteria hasil :
·         Tanda-tanda perdarahan (-)
·         TTV normal ( N = 60-100 x/menit, TD = 110-140/70-90 mmHg, S = 36,5-37,50 c, dan RR = 16-24 x/menit)
·         Sianosis (-)
·         CRT < 2 detik
·         Akral hangat
·         Konjungtiva tidak anemis
·         Hb dalam batas normal
Intervensi:
(1)   Pantau TTV dan laporkan
R/ mengidentifikasi kondisi pasien
(2)   Pantau tanda-tanda perdarahan dan laporkan
R/ mengidentifikasi adanya perdarahan, membantu dalam pemberian intervensi yang tepat
(3)   Pantau tanda-tanda perubahan sirkulasi kejaringan perifer (CRT dan sianosis) dan laporkan
R/ mengetahui keadekuatan aliran darah
(4)   Pantau hemoglobin, hematokrit, jumlah sel darah merah, trombosit, PT, PTT, dan nilai BUN
R/ Nilai laboratorium ini menggambarkan keefektifan pengobatan
(5)   Pemberian obat antikoagulan
R/ Berfungsi untuk proses pembekuan darah sehinggan perdarahan dapat diatasi
(6)   Siapkan pasien untuk transfusi sesuai indikasi
R/ Untuk menanggulangi daripada perdarahan yang terjadi dan menghindari terjadinya syok hipovolemik serta anemia

i.        Dx PK: Ketidakseimbangan Elektrolit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan perawat dapat mengurangi episodic ketidakseimbangan elektrolit
Kriteria hasil :
·         Kadar kalium ( 3,40-4,80 mmol/L)
·         Kadar natrium (135,00-147,00 mmol/L)
Intervensi :
Hiperkalemia
(1)   Pantau tanda dan gejala hiperkalemia (lemah sampai paralisis flaksid,otot-otot peka rangsang,parestesia,mual,kram abdomen atau diare ,oliguria,perubahan EKG)
R/ Hiperkalemia dapat diakibatkan oleh penuruna kemampuan ginjal dalam mengeksresikan kalium atau pemasukan kalium yang berlebihan .Asidosis menyebabkan peningkatan pelepasan kalium dari sel .Nilai kalium yang berfluktuasi akan berakibat pada transmisi neurmuskuler dan menyebabkan irama jantung yang tidak teratur serta menurunkan kerja otot –otot polos saluran pencernaan
(2)   Batasi makanan dan cairan yang kadar kaliumnya tinggi serta batasi airan IV dengan kalium
R/ Kadar kalium yang tinggi membutuhkan penrunan masukan cairan
(3)   Lakukan latihan rentang gerak pada ektremitas
R/ Dengan rentang gerak meningkatkan kekuatan otot dan mengurangi kram
(4)   Berikan obat-obatan untuk menurunkan nilai kalium serum sesuai dengan program dokter atau protocol (Kalsium IV,Natriun bikarbonat, dan resin penukar kation (kayexalate,hemodialisis)
R/ untuk memblok efek pada otot-otot jantung,untuk menekan kembali kalium ke dalam sel,untuk memaksa eskresi kalium.
Hipokalemia
(1)   Pantau tanda dan gejala hipokalemia( kelemahan ,reflex tendon dalam hilang atau menurun,hipoventilasi,perubahan tingkat kesadaran,poiuria,hipotensi,ileus paralitik,perubahan EKG: ada gelombang U,gelombang T datar atau menurun ,ketidakseimbangan irama,dan interval QT yang memanjang.,mual ,munta,anoreksia)
R/ hipokalemia disebabkan oleh kehilangan kalium yang berhubungan dengan mual,muntah,diare,atau pengobatan diuretic atau dari masukan kalium yang tidak adekuat.
(2)   Dorong klien untuk meningkatkan masukan makanan yang kaya akan kalium
R/ peningkatan masukan kalium dalam makanan sehari-hari membantu dalam penggantian kalium
(3)   Jika pengobatan kalium diberikan secara parenteral ( selalu harus diencerkan ), pada dewasa tidak boleh lebih dari 20 mEq /jam.Pantau nilai kalium serum selama pengobatan.
R/ kadar berlebihan dapat menyebabkan disritmia jantung
(4)   Observasi sisi IV terhadap infiltrasi
R/ Kalium sangat tajam terhadap jaringan
Hiponatremia
(1)   Pantau tanda dan gejala dari hiponatremia ( dampak terhadap SSP bervariasi dari segi letargi sampai koma sakit kepala,kelemahan,nyeri abdomen,otot-otot kedutan atau kejang,mal,muntah,diare)
R/ Hiponatremia disebabkan oleh kehilangan  natrium melalaui muntah, diare, atau pengobatan dengan diuretic,pemasukan cairan yang berlebihan,atau pemasukan natrium yang tidak mencukupi pada diet sehari-hari .edema seluler disebabkan oleh osmosis,menyebabkan edema otak,kelemahan otot serta kram.
(2)   Untuk klien yang mengalami hiponatremi ,berikan cairan natrium klorida secara IV dan jangan teruskan pengobatan diuretic,sesuai program
R/ Intervensi ini mencegah kehilangan natrium berlanjut
(3)   Pantau tanda dan gejala tanda hipenatremia dengan kelebihan beban cairan (haus,penurunan haluaran urine,dampak pada SSP bervariasi dari agitasi sampai kejang,evaluasi osmolaritas serum,pertambahan berat badan,edema,nilai tekanan darah ,takikardia
R/ Hipernatremia disebabkan oleh masukan masukan natrium yang berlebihan atau peningkatan haluaran aldosteron.Air ditarik dari sel menyebabkan sel dehidrasi dan menimbulkan gejala-gejala pada SSP.Haus merupakan respon kompensasi untuk mengencerkan natrium
Hipernatremia :
(1)   Berikan pengganti cairan sesuai dengan nilai osmolaritas serum
R/ penurunan osmolaritas serum yang cepat dapat menyebabkan edema otak dan kejang
(2)   Pantau terhadap kejang
R/ kelebihan natrium menyebabkan odema serebral
(3)   Pantau masukan dan haluaran seta berat badan
R/ hal ini akan mengevaluasi keseimbangan berat badan


DAFTAR  PUSTAKA


Cahyaningsih, N.D. 2009. Hemidialisis; Panduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal. Cet Ke-2. Jogyakarta: Mitra Cendikia Press
Carpenito, L. J. 1999. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,
Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo. 1997. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009 - 2011. Jakarta : EGC.
Price. 1997. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jilid II. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol. 2. Jakarta: EGC.
Sovari, A.A. 2008. Renal Failure, Chronic, & Dialysis Complication, (Online), (http://emedicine.medscape.com/article/157452-media, diakses pada tgl 1 Maret 2010).
Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Hemodialysis, (Online), (http://en.wikipedia. org/wiki/Hemodialysis, Diakses pada tgl 1 Maret 2010).