LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
REUMATIK HEART DISEASE (RHD)
A.
Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi Pengertian
§ Penyakit radang berulang akut yang
terutama terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun yang biasanya terjadi 1-5
minggu setelah infeksi streptococus (biasanya terjadi radang tenggorokan).
(Robbins dan Kumar, Buku Ajar Patologi edisi 4)
§ Penyakit yang ditandai dengan kerusakan
pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang berulang kali
(Kapita Selekta jilid I edisi III).
§ Kelainan jantung yang terjadi akibat demam
reumatik atau kelainan karditis reumatik (Taranta A dan Markowits, 1981).
2.
Epidemiologi
Reumatik
heart disease biasanya terjadi pada anak-anak usia 5-15 tahun dengan puncaknya
pada umur 8 tahun, dan kadang-kadang bisa dapat timbul pada usia 30 tahun yang
biasanya terjadi 1-5 minggu setelah infeksi streptococus (biasanya terjadi
radang tenggorokan). Wanita dan pria mempunyai kemungkinan sama untuk
terserang. Frekuensi demam reumatik akut di negara-negara maju dalam 100 tahun
terakhir ini banyak sekali menurun, misalnya di Denmark, terdapat kasus ini
kira-kira 200 per 100.000 populasi pada tahun 1860, dan menurun sampai 10 per
100.000 populasi pada tahun 1960.
Di
Srilangka pada tahun 1978 masih tercatat insidensi demam reumatik sebanyak 47
per 100.000 populasi, dan untuk umur 5-19 tahun tercatat 140 per 100.000
populasi. Penyakit jantung rematik terbanyak terdapat pada sentra industri
dengan populasi yang berlebih .Taranta dan Markowitz (1981) melaporkan demam
reumatik merupakan penyebab utama kelainan jantung pada umur 5-30 tahun. Demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik merupakan penyebab kematian utama dari
kelainan jantung pada umur di bawah 45 tahun dan 25-40% penyakit jantung
disebabkan oleh penyakit jantung reumatik
untuk semua umur. Di Yogyakarta pada dokumen medis RSUP Dr. Sardjito
tahun 1993 di temukan 8,3% penderita RHD dari seluruh penderita kelainan
penyakit jantung.
3.
Penyebab
Penyakit
jantung reumatik berhubungan erat dengan infeksi saluran nafas bagian atas oleh
Streptococcus Beta Hemolyticus Grup A. Faktor-faktor predisposisi yang
berpengaruh pada timbulnya demam reumatik dan penyakit jantung reumatik
kemungkinan terdapat pada faktor individu itu sendiri.
a. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan
pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih
besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi
tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
b. Umur
Umur agaknya merupakan faktor
predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik / penyakit jantung
reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur
3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada
anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi
streptococcus adalah mereka yang berumur 2-6 tahun.
c. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya
penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor
predisposisi untuk timbulnya penyakit jantung reumatik.
d. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan
adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta
hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katup jantung. Kemungkinan ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
4.
Patofisiologi terjadinya penyakit
Penyakit Jantung
Reumatik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam reumatik, atau
kelainan karditis reumatik. Penyakit ini disebabkan karena infeksi bakteri
streptokokus beta hemolitikus Grup A. Bakteri ini akan menginfeksi saluran
pernapasan atas yaitu tenggorokan yang nantinya akan menyebabkan peradangan dan
infeksi pada tenggorokan sehingga menyebabkan terjadinya faringitis dan
tonsillitis. Akibat peradangan atau infeksi ini, merangsang terbentuknya
antibodi sehingga bereaksi dengan antigen streptokokus yang mengakibatkan
terjadinya reaksi antigen-antibodi. Akibat terjadinya reaksi imunologis ini
menyebabkan terjadinya demam reumatik. Demam reumatik bisa bersifat menetap dan
reversible. Reversible terjadi jika pasien dengan demam reumatik memilki sistem
imun yang baik sehingga dapat disembuhkan. Sebaliknya, bila sistem imun pasien
ini menurun, maka demam reumatik ini bisa berlanjut (berulang-ulang) dalam
jangka waktu yang lama. Demam reumatik dapat mengakibatkan gejala sisa
(sequele), sehingga dalam serum penderita terdapat antibodi anti otot jantung.
Antibody ini mengakibatkan terjadinya respon autoimun dimana antibody ini
dianggap sebagai antigen (antigen pada katup jantung) sehingga terjadi reaksi
perlawanan antara antibodi yang dihasilkan dalam tubuh dengan antigen
streptokokus dan antigen katup jantung. Hal ini menyebabkan terjadinya
peradangan pada katup jantung dan dapat pula disertai dengan gejala –gejala
seperti karditis (kriteria mayor dan kriteria minor). Bila terdapat 2 kriteria
mayor /1 kriteria mayor disertai dengan 2 kriteria minor akan mengakibatkan
terjadinya pnyakit jantung reumatik (RHD).
(Pohon masalah
terlampir)
5.
Klasifikasi
Perjalanan
klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium.
a. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas
oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhannya :
§ Demam
§ Batuk
§ Rasa sakit waktu menelan
§ Muntah
§ Diare
§ Peradangan pada tonsil yang disertai
eksudat
b. Stadium II
Stadium ini disebut juga
periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala
demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
c. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium
III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya berbagai manifestasi
klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut
dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifestasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum :
§ Demam yang tinggi
§ Lesu
§ Anoreksia
§ Lekas tersinggung
§ Berat badan menurun
§ Kelihatan pucat
§ Epistaksis
§ Athralgia
§ Rasa sakit disekitar sendi
§ Sakit perut
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif.
Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita
penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup dan tidak menunjukkan gejala
apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.
Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
6.
Gejala klinis
Untuk
menegakkan diagnosa demam reumatik dapat digunakan Kriteria Jones yaitu:
a.
Kriteria mayor :
1) Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit
pada sendi yang berpindah-pindah, radang sendi-sendi besar seperti lutut,
pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (poliarthritis migrans).
2) Karditis
Peradangan pada jantung
(miokarditis, endokarditis).
3) Eritema marginatum
Tanda kemerahan pada batang
tubuh dan telapak tangan yang tidak terasa nyeri dan tidak terasa gatal.
4) Noduli subkutan
Terletak pada ekstensor sendi
terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki, tidak nyeri tekan dan dapat bebas digerakkan.
5) Korea
Gerakkan yang tidak disengaja/gerakkan
yang abnormal, sebagai manifestasi
peradangan pada sistem syaraf pusat.
b. Kriteria
Minor :
1) Mempunyai riwayat menderita demam reumatik
/penyakit jantung reumatik
2) Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya
tanda obyektif pada sendi dan pasien kadang-kadang sulit menggerakkan
tungkainya
3) Demam tidak lebih dari 390celcius
4) Leukositosis
5) Peningkatan Laju Endap Darah (LED)
6) C-Reaktif Protein (CRF) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse denyut jantung saat
tidur (sleeping pulse)
9) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
Diagnosa ditegakkan bila ada
dua kriteria mayor dan dua kriteria minor, atau dua kriteria minor dan satu
kriteria mayor.
7.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
GCS :
-
Ciri
tubuh : kulit, rambut, postur tubuh.
-
Tanda
vital : nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernafasan.
Head to toe :
-
Kepala
Inspeksi : bentuk kepala, distribusi, warna, kulit
kepala.
Palpasi : nyeri tekan dikepala.
-
Wajah
Inspeksi : bentuk wajah, kulit wajah.
Palpasi : nyeri tekan di wajah.
-
Mata
Inspeksi : bentuk mata, sclera, konjungtiva,
pupil,
Palpasi : nyeri tekan pada bola mata, warna mukosa
konjungtiva, warna mukosa sclera
-
Hidung
:
Inspeksi : bentuk hidung, pernapasan cuping
hidung, secret
Dipalpasi : nyeri tekan pada hidung
-
Mulut
:
Inspeksi : bentuk mulut, bentuk mulut, bentuk gigi
Palpasi
: nyeri tekan pada lidah, gusi, gigi
-
Leher
Inspksi : bentuk leher, warna kulit pada
leher
Palpasi : nyeri tekan pada leher.
-
Dada
Inspeksi : bentuk dada, pengembangan dada,
frekuensi pernapasan.
Palpasi : pengembangan paru pada inspirasi
dan ekspirasi, fokal fremitus, nyeri tekan.
Perkusi : batas jantung, batas paru, ada /
tidak penumpukan secret.
Auskultasi : bunyi paru dan suara napas
-
Payudara
dan ketiak
Inspeksi : bentuk, benjolan
Palpasi : ada/ tidak ada nyeri tekan ,
benjolan
-
Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit
abdomen
Auskultasi : bising usus, bising vena,
pergesekan hepar dan lien.
Perkusi : batas hepar,batas ginjal,batas
lien,ada/tidaknya pnimbunan cairan diperut
-
Genitalia
Inspeksi : bentuk alat kelamin,distribusi
rambut kelamin,warna rambut kelamin,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada alat kelamin
-
Integumen
Inspeksi : warna kulit,benjolan
Palpasi : nyeri tekan pada kulit
-
Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : warna kulit,bentuk tangan
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
Bawah :
Inspeksi : warna kuliy,bentuk kaki
Palpasi : nyeri tekan,kekuatan otot
8.
Pemeriksaan Diagnosis
§ Pemeriksaan laboratorium darah
§ Foto rontgen menunjukkan pembesaran
jantung
§ Elektrokardiogram menunjukkan aritmia
§ Echokardiogram menunjukkan pembesaran jantung
dan lesi
9.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan
penatalaksanaan medis adalah :
a. Memberantas infeksi streptococcus
b. Mencegah komplikasi karditis
c. Mengurangi rasa sakit dan demam
a. Pemberantasan infeksi
streptococcus :
Pemberian
benzatin penisilin G dengan kriteria sebagai berikut :
ð Usia < 20 tahunà 1,2 juta unit tiap 4 minggu sampai usia 25 tahun
ð Usia > 20 tahun à diberikan selama 5 tahun
ð Jika kriteri 1 dan 2 sudah terlaksana
namunmuncul kekambuhan lagi, maka akan mendapatkan suntikan yang sama dengan
dosis 1,2 juta unit tiap 4 minggu selama 5 tahun berikutnya. Jika kasusnya
berat, diberikan tiap 3 minggu.
b. Pencegahan
komplikasi karditis :
ð Pemberian penisilin benzatin setiap satu
kali sebulan untuk pencegahan sekunder menurut The American Asosiation
ð Tirah baring bertujuan untuk mengurangi
komplikasi karditis dan mengurangi beban kerja jantung pada saat serangan akut
demam reumatik
ð Bila pasien ada tanda-tanda gagal jantung
maka diberikan terapi digitalis 0,04 – 0,06 mg/kg BB.
c. Mengurangi
rasa sakit dan anti radang :
ð Pasien diberi analgetik untuk mengurangi
rasa sakit yang dideritanya. Salisilat diberikan untuk anti radang dengan dosis
100 mg/kg BB/hari dan 25 mg/kg BB/hari selama satu bulan.
ð Prednison diberikan selama kurang lebih
dua minggu dan tapering off (dikurangi bertahap). Dosis awal prednison 2 mg/kg
BB/hari.
Diagnosis dibuat
berdasarkan kriteria jones yang dimodifikasi dari American Heart Association.
Prognosis tergantung pada beratnya keterlibatan jantung.
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Informasi Umum Pasien
(1) Identitas pasien dan
penanggung
(2) Riwayat penyakit keluarga
(3) Satus kesehatan saat ini
(4) Status kesehatan masa lalu
b. Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional
Gordon)
(1)Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
- Cara pemeliharaan kesehatan dan persepsi
keluarga pasien terhadap penyakit yang dialami yang kurang tepat
(2)Pola Nutrisi/metabolic
- Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan
mengenali makan, mual/muntah
- Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan
- Penurunan BB yang cepat atau progresif
- Malnutrisi
- Dapat menunjukan adanya bising usus
hiperaktif
- Penurunan BB: perawakan kurus, menurunnya
lemah subkutan/masa otot.
- Turgor kulit buruk.
- Kesehatan gigi/gusi yang buruk, adanya
gigi yang tanggal.
- Edema (umum, dependen)
(3)Pola eliminasi
- Penurunan berat badan
- Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
- Feses encer dengan/tanpa disertai mukus
atau darah.
- Nyeri tekan abdominal.
- Lesi/abses rektal, perianal
- Perubahan dalam jumlah, warna, dan
karakteristik urine.
(4)Pola aktivitas dan latihan
- Mudah lelah
- Berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya
- Progresi kelelahan/malaise
- Perubahan kedalaman pernafasan
- Bradipnea, dispnea, ortopnea, takipnea
- Peningkatan diameter anterior posterior
- Pernafasan cuping hidung
- Fase ekspirasi memanjang
- Pernafasan bibir mencucu
- Penggunaan otot aksesorius untuk bernafas
- Pasien mengatakan tidak bisa ke kamar
mandi sendiri dan memakai pakaian sendiri, pasien mengatakan susah keramas dan
menggosok gigi sehingga membutuhkan bantuan orang lain.
- Perubahan cara berjalan
- Pergerakan gemetar
- Keterbatasan melakukan keterampilan motorik
kasar dan motorik halus
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi,
tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan postur, pergerakan lambat, dan tidak
terkoordinasi
(5)Pola tidur dan istirahat
- Perubahan pola tidur
- Sulit untuk memulai tidur akibat nyeri
yang dirasakan
- Sering terbangun dimalam hari
- Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
- Pasien tidak biasa tidur siang
- Pasien mengeluh nyeri pada sekitar
umbilical sampai ke area diafragma, sendi pergelangan tangan, pergelangan kaki,
lutut, sikut yang muncul bergantian, pasien tampak meringis akibat nyeri, tampak
lesu, dan tidak bergairah (nyeri dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri).
- Mengekspresikan prilaku gelisah, waspada,
iritabilitas, mendesah, merengek, menangis
- Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
- Perilaku berjaga – jaga melindungi area nyeri
- Diaforesis
- Perubahan tekanan darah, frekuensi
jantung, dan frekuensi pernafasan
(6)Pola kognitif-perseptual
- Pusing/pening, sakit kepala.
- Pasien mengatakan tidak memahami mengenai pencegahan penyakitnya, perawatan
dan tindakan yang harus dilakukan
- Pasien tampak bertanya pencegahan, perawatan dan pengobatannya.
(7)Pola persepsi diri/konsep diri
- Ide paranoid
- Ansietas yang berkembang bebas
- Harapan yang tidak realistis
(8)Pola seksual dan reproduksi
- Menurunnya libido untuk melakukan hubungan seks.
(9)Pola peran-hubungan
- Mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana.
- Perubahan pada interaksi keluaga/orang
terdekat
- Aktivitas yang tak terorganisasi,
perubahan penyusunan tujuan.
(10) Pola manajemen koping stress
- Faktor stres yang berhubungan dengan
kehilangan, misal dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan,
gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
- Mengingkari diagnosa, merasa tidak
berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan
depresi
- Mengingkari, cemas, depresi, takut,
menarik diri
- Perilaku marah, postur tubuh mengelak,
menangis, dan kontak mata yang kurang.
(11) Pola keyakinan-nilai
- Mengungkapkan kurang dapat menerima
(kurang pasrah)
- Mengungkapkan kurangnya motivasi
- Mengungkapkan kekurangan harapan, cinta,
makna hidup, tujuan hidup, ketenangan (mis. Kedamaian)
- Mengungkapkan marah kepada Tuhan,
ketidakberdayaan, penderitaan
- Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami
pengalaman regiositas, berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, berdoa
- Meminta menemui pemimpin keagamaan
- Perubahan yang tiba – tiba dalam praktik
spiritual
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen menuju paru-paru
ditandai dengan perubahan kedalaman pernafasan, bradipnea, dispnea,
ortopnea, takipnea, peningkatan diameter anterior posterior, pernafasan
cuping hidung, fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir mencucu, dan
penggunaan otot aksesorius untuk bernafas.
- Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat inflamasi ditandai dengan perubahan karakteristik kulit (warna,
elastisitas, kelembapan, kuku, sensasi suhu), perubahan tekanan darah di
ekstremitas, penurnan nadi, edema, warna tidak kembali ke tungkai saat
tungka diturunkan, warna kulit pucat saat elevasi, parestesia, dan
penurunan nadi.
- Penurunan
curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium atau perubahan
kontraktilitas jantung ditandai dengan aritmia, bradikardi, palpitasi,
takikardia, edema, keletihan, murmur, distensi vena jugularis, dispnea,
penurunan nadi perifer, oliguria, pengisian ulang kapiler memanjang,
perubahan warna kulit, ortopnea, ansietas, dan gelisah.
- Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen ditandai dengan pasien menyatakan merasa letih, lemah,
ketidaknyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah beraktivitas, respom
tekanan darah dan frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas, perubahan
EKG yang mencerminkan aritmia atau iskemia.
- Pk
Anemia
- Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penimbunan asam laktat pada
sendi, pergesekan daerah sekitar sendi dan peradangan pada daerah sendi)
ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan prilaku
gelisah, waspada, iritabilitas, mendesah, merengek, menangis, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri, perilaku berjaga – jaga melindungi area
nyeri, diaforesis, perubahan tekanan darah, frekuensi jantung, dan
frekuensi pernafasan .
- Hipertermi
berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat infeksi penyakit
ditandai dengan kulit kemeraha, peningkatan suhu tubuh diatas normal,
kejang, takikardia, takipnea, dan kulit teraba hangat.
- Keletihan
berhubungan dengan penurnan energi akibat metabolisme basal terganggu
ditandai dengan ketidakmampuan mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat
yang biasanya, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas yang biasanya,
peningkatan keluhan fisik, peningkatan kebutuhan istirahat, kurang energy,
letargi, lesu, lelah, mengatakan kurang energi yang luar biasa dan tidak
kunjung reda.
- Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan massa otot ditandai dengan
perubahan cara berjalan, pergerakan gemetar, keterbatasan melakukan
keterampilan motorik kasar dan motorik halus, keterbatasan rentang
pergerakan sendi, tremor akibat pergerakan, ketidakstabilan postur,
pergerakan lambat, dan tidak terkoordinasi.
- Risiko
cedera berhubungan dengan disfungsi efektor (Korea Sydenham)
- Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit (eritema marginatum
dan nodul subkutan) ditandai dengan kerusakan lapisan kulit, gangguan
permukaan kulit, dan invasi struktur tubuh.
- Ansietas
berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan
gelisah, khawatir, ketakutan, kesedihan yang mendalam, wajah tampak
tegang, tremor, peningkatan keringat, suara bergetar, letih, diare, nyeri
abdomen, anoreksia, mulut kering, peningkatan frekuensi pernafasan, sering
berkemih, penurunan tekanan darah dan denyut nadi.
- Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi ditandai dengan
pengungkapan masalah, ketidakakuratan mengikuti perintah, perilaku
hiperbola, dan perilaku tidak tepat (hysteria, agitasi, apatis)
3.
Intervensi Keperawatan
No
|
Hari Tgl/
Waktu
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan / kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
-
|
Ketidakefektifan pola nafas tidak berhubungan dengan ketidakadekuatan
oksigen menuju paru-paru
|
Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan pola nafas efektif dengan
kriteria hasil :
· Pasien tidak sesak nafas
· Frekuensi pernapasan normal (16-24 kali
permenit)
|
Mandiri
- Evaluasi frekuensi
pernapasan dan kedalaman. Catat upaya pernapasan, contoh adanya dispnea,
penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.
- Auskultasi bunyi napas.
Catat area yang menurun atau tidak adanya bunyi napas dan adanya bunyi napas
tambahan, contoh krekels atau ronki
Kolaborasi
- Bantu dalam pemasangan kembali selang
dada atau torakosentesis bila diindikasikan
|
Mandiri
- Respon pasien bervariasi.
Kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan
volume sirkulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia
atau distensi gaster. Penekanan pernapasan (penurunan kecepatan) dapat
terjadi dari penggunaan analgesic berlebihan. Pengenalan dini dan pengobatan
ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi.
- Auskultasi bunyi napas
ditujukan untuk mengetahui adanya bunyi napas tambahan.
Kolaborasi
- Reekspansi paru dengan pelepasan
akumulasi darah atau udara dari tekanan negative pleural.
|
2.
|
-
|
Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan curah jantung normal.
Dengan kriteria hasil :
· pasien tidak mudah lelah
· Pasien tidak sesak napas
· Tekanan darah normal yaitu sistolik
(100-140)mmHg dan diastolik (60-90)mmHg
· Nadi normal (60-100 kali permenit)
· Tidak ada sianosis
· Tidak ada edema
|
Mandiri
- Kaji/pantau tekanan darah. Ukur pada
kedua tangan /paha untuk evaluasi awal. Gunakan ukuran manset yang tepat dan
teknik yang akurat.
- Catat keberadaan, kualitas denyutan
sentral dan perifer.
- Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan
masa pengisian kapiler.
- Catat edema umum/tertentu.
- Anjurkan teknik relaksasi, panduan
imajinasi, aktivitas pengalihan.
- Pantau respon terhadap obat untuk
mengontrol tekanan darah.
Kolaborasi
- Berikan pembatasan cairan dan diet
natrium sesuai indikasi
|
Mandiri
- Perbandingan dari
tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang
masalah vaskular. Hipertensi berat diklarifikasikan pada orang dewasa sebagai
peningkatan tekanan diastolik sampai
130; hasil pengukuran diastolik diatas 130 dipertimbangkan sebagai
peningkatan pertama, kemudian maligna. Hipertensi sistolik juga merupakan
faktor resiko yang ditentukan untuk penyakit serebrovaskular dan penyakit
iskemi jantung bila tekanan diastolik 90 sampai 115.
- Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis
mungkin teramati/ terpalpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun,
mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR), dan kongesti vena.
- Adanya pucat, dingin,
kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan dengan
vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi /penurunan curah jantung.
- Dapat mengindikasikan
gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskular.
-Dapat menurunkan rangsangan
yang menimbulkan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
- Dapat mengindikasikan
gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
- Dapat menurunkan rangsangan yang
menimbulakan stres, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD.
- Respon terhadap terapi obat “steppen” (yang
terdiri atas neureting, inhibitor simpatis dan vasodilator) tergantung pada
individu dan efek sinergis obat. Karena efek samping tersebut, maka penting
untuk menggunakan obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis paling rendah
Kolaborasi
- Pembatasan ini
dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensif, dengan demikian
menurunkan beban gagal jantung.
|
3.
|
-
|
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat inflamasi
|
Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan tidak ada gangguan perfusi
jaringan dengan kriteria hasil :
· Pasien tidak merasa nyeri
· Tidak ada sianosis
· Pasien tidak pucat
· Tidak ada edema
|
Mandiri
- Selidiki perubahan tiba-tiba atau
gangguan mental kontinyu, contoh: cemas, bingung, letargi, pingsan.
- Lihat pucat, sianosis, belang, kulit
dingin atau lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
- Kaji tanda edema.
- Pantau pernapasan, catat kerja
pernapasan.
Kolaborasi
- Pantau data laboratorium,
contoh: GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.
|
Mandiri
- Perfusi serebral
secara langsung sehubungan dengan curah jantung dan juga dipengaruhi oleh
elektrolit atau variasi asam basa, hipoksia, atau emboli sistemik.
- Vasokontriksi
sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
- Indikator
trombosis vena dalam.
- Pompa jantung
gagal dapat mencetuskan distress pernapasan. Namun dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkkan komplikasi tromboemboli paru.
Kolaborasi
- Indikator perfusi atau fungsi organ.
|
4.
|
-
|
Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol
suhu sekunder akibat infeksi penyakit
|
Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan suhu tubuh kembali
normal dengan out come :
· Suhu tubuh pasien normal (36,8 -37,2 )
°C
· Pasien tidak menggigil
|
Mandiri
- Pantau suhu pasien (derajat dan pola)
perhatikan menggigil atau diaforesis.
- Berikan kompres mandi hangat ; hindari
penggunan alcohol.
Kolaborasi
- Berikan antipiretik, misalnya : ASA
(aspirin), asetaminofen (Tylenol).
|
Mandiri
- Suhu 38,9o
– 41,1o C menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam
dapat membantu dalam diagnosis ; misal kurva demam lanjut berakhir lebih dari
24 jam menunjukkan pneumonia pnuemokokal, demam scarlet atau tifoit ; demam
remiten (bervariasi hanya beberapa derajat pada arah tertentu) menunjukan
infeksi paru ; kurva intermiten atau demam yang kembali normal sekali dalam
periode 24 jam menunjukan episode septic, endokarditis septic, atau TB.
Menggigil sering mendahului puncak suhu. Catatan : penggunaan antipirektik
mengubah pola demam dan dapat dibatasi sampai diagnosis dibuat atau bila
demam tetap lebih besar dari 38,9o C.
- Dapat membantu mengurangi
demam. Catatan : penggunaan air es atau alcohol mungkin menyebabkan
kedinginan, peningkatan suhu secara actual. Selain itu, alcohol dapat mengeringkan
kulit.
Kolaborasi
- Digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan meningkatkan
outodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
|
5.
|
-
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penimbunan asam laktat
pada sendi
|
Setelah diberikan askep selama 2x24 jam,
diharapkan pasien merasa nyaman dengan
kriteria hasil :
· Tidak ada nyeri
· Pasien tidak meringis
|
Mandiri
- Ketahui adanya nyeri. Dengarkan dengan
penuh perhatian mengenai nyeri.
- Beri tahu teknik untuk menurunkan
ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri.
- Ajarkan strategi relaksasi khusus
(missal: bernafas perlahan, teratur atau nafas dalam – kepalkan tinju –
menguap).
|
Mandiri
- Dengan mengetahui dan mendengarkan penuh perhatian
mengenai nyeri, akan dapat dilakukan
tindakan yang tepat untuk mengatasi nyeri.
- Teknik penurunan ketegangan otot rangka dapat
menurunkan intensitas nyeri.
-
Strategi relaksasi dapat meningkatkan rasa nyaman
|
6.
|
-
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan metabolisme basal terganggu
|
Setelah diberikan askep selama 2x24 jam, diharapkan pasien dapat
melakukan aktivitas dengan mandiri dengan
kriteria hasil :
· Pasien tidak mudah lelah
· Pasien tidak nyeri
· Pasien tidak meringis
· Pasien tidak lemas
· Pasien tidak pucat
|
Mandiri
- Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretik,
penyekat beta.
- Catat respon kardiopulmonal terhadap
aktifitas, catat takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pusat.
- Kaji presipitator /penyebab kelemahan
contoh pengobatan, nyeri, obat.
- Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
- Berikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode
istirahat.
Kolaborasi
- Implementasikan
program rehabilitasi jantung/aktifitas.
|
Mandiri
- Hipertensi ortostatik
dapat terjadidengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan
cairan (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
- Penurunan /ketidakmampuan
miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen,
juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
- Kelemahan adalah efek
samping dari beberapa obat (beta bloker, traquilizer dan sedatif). Nyeri dan
program penuh stres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
- Dapat menunjukkan
peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
- Pemenuhan kebutuhan
perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stres miokard/ kebutuhan oksigen
berlebihan.
Kolaborasi
- Peningkatan bertahap pada
aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan
dan perbaikan fungsi jantung dibawah stres, bila disfungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.
|
4. EVALUASI
No. Dx
|
Hari/Tanggal
Jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
1.
|
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen
menuju paru-paru.
|
- S : Pasien mengatakan
tidak sesak nafas lagi
-
O :
Frekuensi pernapasan normal (
16-20 kali permenit)
-
A : Tujuan tercapai.
-
P : Pertahankan kondisi pasien.
|
|
2.
|
Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi miokardium.
|
-S :Pasien mengatakan sudah tidak mudah lelah dan tidak sesak napas
-O :
· Tekanan darah normal yaitu 110/60-140/90mmHg
· Nadi normal (60-100 kali permenit)
· Tidak ada sianosis
· Tidak ada edema
-
A : Tujuan tercapai.
-
P : Pertahankan kondisi pasien.
|
|
3.
|
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan aliran darah
sekunder akibat inflamasi.
|
- S :Pasien mengatakan sudah tidak merasa nyeri
-O :
· Tidak ada sianosis
· Pasien tidak pucat
· Tidak ada edema
- A : Tujuan tercapai.
-
P : Pertahankan kondisi pasien.
|
|
4.
|
Hypertermi berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat
infeksi penyakit.
|
-
S : pasien mengatakan panas badan pasien sudah menurun dan tidak merasa
gelisah lagi
-
O :
· Suhu tubuh pasien normal (36,8-37,2°C)
· Pasien tidak menggigil
-
A : Tujuan tercapai.
-
P : Pertahankan kondisi pasien.
|
|
5.
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penimbunan asam laktat
pada sendi.
|
- S :Pasien sudah merasa tidak ada nyeri
- O :Pasien tidak meringis kesakitan
-
A : Tujuan tercapai.
-
P : Pertahankan kondisi pasien.
|
|
6.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan metabolisme basal terganggu.
|
- S :
· Pasien mengatakan sudah tidak mudah
lelah
· Pasien mengatakan tidak merasa nyeri
- O :
· Pasien tidak meringis kesakitan
· Pasien tidak lemas
· Pasien tidak pucat
-
A : Tujuan tercapai.
-
P : Pertahankan kondisi pasien.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Carpenito,
L. J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGC.
Doenges,
Marilynn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Herdman, T Heather (Ed). 2010. Diagnosis
Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Hidayat, A.
2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Markum, AH.
1999. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Robbins dan Kumar. 2003. Buku
Ajar Patologi. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sachasin
Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan
Pediatik. Jakarta: EGC.
Sarwono, W. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suriadi
dan Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Suryanah.
2000. Keperawatan Anak. Jakarta
: EGC.
Wong, DL.
2004. Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik. Jakarta : EGC.
implementasi nya gada bg hehe
ReplyDelete