LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
A.
KONSEP DASAR PENYAKIT
- Definisi/Pengertian
·
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. (Arief Mansjoer, dkk. 2000; hal 346)
·
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(Brunner & Suddarth. 200; hal 2357)
·
Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Sylvia, dkk. 2005; hal 1365).
·
Fraktur
femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang khususnya pada daerah femur yang
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
- Penyebab/Faktor
Predisposisi
Fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh :
·
Pukulan
langsung
·
Gaya
meremuk
·
Gerakan
punter mendadak, hingga
·
Kontraksi
otot ekstrim
(Brunner
& Suddarth. 2001; hal 2357)
- Patofisiologi
(Pathway terlampir)
- Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menjadi : (Arief Mansjoer, dkk. 2000; hal
346-347)
I.
Komplit/tidak komplit
a.
Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b.
Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui
seluruh penampang tulang
·
Hairline fracture (patah retak rambut)
·
Buckle fracture atau torus fracture, bila
terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya,
biasanya pada distal radius anak-anak
·
Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak
II.
Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma
a.
Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung
b.
Garis patah oblik : trauma angulasi
c.
Garis patah spiral : trauma rotasi
d.
Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang
spongiosa
e.
Fraktur avulsi : trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya di tulang, misalnya fraktur patela
III.
Jumlah garis patah
a.
Fraktur komunitif : garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
b.
Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi
tidak berhubungan
c.
Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi
pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur cruris,
dan fraktur tulang belakang
IV.
Bergeser/tidak bergeser
a.
Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis
patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh
b.
Fraktur displaced (bergeser), terjadi
pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi
menjadi :
·
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan overlapping)
·
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk
sudut)
·
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua
fragmen saling menjauhi)
V.
Terbuka/tertutup
a.
Fraktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b.
Fraktur Terbuka (open/compound), bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di
kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
1)
Derajat I
·
Luka < 1 cm
·
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka
remuk
·
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif
ringan
2)
Derajat II
·
Laserasi > 1 cm
·
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
·
Fraktur komunitif sedang
·
Kontaminasi sedang
3)
Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak
yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
·
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/ flap/avulse; atau fraktur segmental sangat
komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
·
Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi massif.
·
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus
diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
VI.
Komplikasi/tanpa komplikasi
Komplikasi dapat berupa
komplikasi dini atau lambat, local atau sistemik, oleh trauma atau akibat
pengobatan.
- Manifestasi
Klinis
Manifestasi
klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah
beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai
fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan
gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah
terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan
atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstrimitas yang bias diketahui dengan membandingkan
dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 cm sampai 5 cm (1 sampai 2
inci)
d. Saat
ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tilang dinamakan krepitus yang teraba akibat
gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan atau perubahan
warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
atau perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-X pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. (Brunner & Suddarth. 2001; hal 2358-2359).
- Pemeriksaan
Diagnostik/Penunjang
a.
Pemeriksaan Rongent : untuk menentukan
lokasi/luasnya fraktur
b.
Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : untuk memperlihatkan fraktur;
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d.
Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau
organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah
respon stress normal setelah trauma
e.
Kreatinin : trauma otot meningkatkan bebabn kreatinin untuk
klirens ginjal
f.
Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada
kehilangan darah, tranfusi multiple, atau cedera hati.
(Doengoes, Marilynn, dkk. 2007; hal 762)
- Diagnosis/Kriteria
Diagnosis
a.
Anamnesis
Bila
tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah
trauma, dan posisi pasien atau ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme
trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara
sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.
b.
Pemeriksaan Umum
Dicari
kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis,
fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami
infeksi.
c.
Pemeriksaan Status Lokasi
Tanda-tanda
klinis pada fraktur tulang panjang :
1)
Look, cari apakah terdapat :
·
Deformitas, terdiri dari
penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus),
angulasi, rotasi, dan pemendekan.
·
Functio laesa
(hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.
·
Lihat juga ukuran panjang
tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent
length (jarak antara umbilicus dengan meleolus medialis), dan true
length (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis)
2)
Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma.
3)
Move, untuk mencari :
·
Krepitasi, terasa bila
fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis
tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena
menambah trauma.
·
Nyeri bila digerakkan, baik
pada gerakan aktif maupun pasif
·
Seberapa jauh
gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range
of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan.
(Arief Mansjoer, dkk. 2000; hal
347-348)
- Therapy/Tindakan
Penanganan
Fraktur biasanya meyertai trauma. Untuk itu
sangat penting untuk melakukan untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing),
dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah
dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk
mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6jam.
Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnnesis dan
pemeriksaan fisik secara cepat, singkat, dan lengkap. Kemudian lakukan foto
radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan
proses pembuatan foto.
a. Pengobatan
fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif.
1) Terapi
konservatif, terdiri dari :
·
Proteksi saja, misalnya
mitela untuk frakur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
·
Imobilisasi saja tanpa
reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan baik.
·
Reposisi tertutup dan
fiksasi dengan gips, misalnya fraktur suprakondilus, fraktur Colles, fraktur
Smith. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau local.
·
Traksi, untk reposisi secara
perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel, traksi
Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk traksi
dewasa/traksi definitive harus traksi skeletal berupa balance traction.
2) Terapi
operatif, terdiri dari
·
Reposisi terbuka, fiksasi
interna
·
Reposisi tertutup dengan
control radiologis diikuti fiksasi interna
b. Tindakan
pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat
mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum
6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, antitetanus serum (ATS), atau tetanus
human globulin. Berikan antibiotic untuk kuman Gram positif dan negative
dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar
luka fraktur terbuka. Teknik debridement adalah sebagai berikut :
1) Lakukan
narcosis umum atau anastesi local bila luka ringan dan kecil
2) Bila
luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch)
3) Cuci
seluruh ekstrimitas selama 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka
diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.
4) Lakukan
tindakan desinfeksi dan pemasangan duk.
5) Eksisi
lukan lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia, hingga otot. Eksisi
otot-otot yang tidak vital. Buang-buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat
pada periosteum. Pertahankan fragmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas.
6)
Luka fraktur terbuka selalu
dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup satu minggu kemudian setelah edema
menghilang (secondary suture) atau dapat juga hanya dijahit bila situasi
luka tidak terlalu lebar (jahit luka jarang).(Arief Mansjoer, dkk. 2000 ; hal 348-349)
9. Komplikasi
a.
Komplikasi
segera
1)
Lokal
:
·
Kulit
(abrasi, lacerasi, penetrasi)
·
Pembuluh
darah (robek)
·
Sistem
saraf (sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik)
·
Otot
2)
Umum
:
·
Ruda
paksa multiple
·
Syok
(hemoragik, neurogenik)
b.
Komplikas
Dini :
1)
Lokal
:
·
Nekrosis
kulit
·
Gangren
·
Sindroma
kopartemen
·
Trombosis
vena
·
Infeksi
sendi
·
Osteomelisis
2)
Umum
:
·
ARDS
·
Emboli
paru
·
Tetanus.
c.
Kompliasi
lama
1)
Lokal
:
·
Sendi
(ankilosis fibrosa, ankilosis osal)
·
Tulang
(gagal taut/lama dan salah taut,distropi reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn
pertumbuhan,osteomelisis,patah tulang ulang)
·
Otot
atau tendon (penulangan otot, ruptur tendon)
·
Saraf
(kelumpuhan saraf lambat)
2)
Umum
:
·
Batu
ginjal (akibat mobilisasi lama ditempat tidur)
B.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian :
a.
Informasi Umum Pasien
(1)
Identitas
(2)
Riwayat penyakit sebelumnya
(3)
Riwayat penyakit sekarang
(4)
Riwayat penyakit keluarga
(5)
Latar belakang keluarga
(6)
Riwayat lingkungan tempat tinggal
(7)
Riwayat tumbuh kembang
(8)
Riwayat nutrisi
b.
Pola
Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional Gordon)
(1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
-
Peningkatan
kunjungan ke fasilitas kesehatan terutama jika mengalami sakit atau masalah kesehatan
lainnya
-
Penerapan
hidup sehat dengan makan makanan bergizi, olahraga secara teratur dan
menghindari kebiasaan negative yang menyebabkan masalah kesehatan
(2) Pola Nutrisi/metabolic
-
Tidak
nafsu makan akibat nyeri yang
dirasakan, mual/muntah.
-
Turgor
kulit buruk.
-
Kesehatan
gigi/gusi yang buruk
(3) Pola eliminasi
-
Perubahan
dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine dan BAB.
(4) Pola aktivitas dan latihan
-
Keterbatasan
atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu
sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
-
Hilang
gerakan/sensai, spasme otot
-
Kebas/kesemutan
(parestesis)
-
Deformitas
lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),
spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi
-
Nyeri
berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri
akibat kerusakan saraf
-
Spasme
atau kram otot (setelah imobilisasi)
-
Hipertensi
(kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi
(kehilangan darah)
-
Takikardia
(respon stress, hipovolemia)
-
Penurunan/tak
ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat pada
bagian yang terkena
-
Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
-
Ketergantungan
terhadap aktivitas sehari – hari seperti mandi, toileting, berpakaian,
makan/minum, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi ROM
(5) Pola tidur dan istirahat
-
Perubahan
pola tidur
-
Sulit
untuk memulai tidur
-
Sering
terbangun dimalam hari
-
Tidur
kurang dari 6 jam setiap harinya
-
Agitasi
(mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)
(6) Pola kognitif-perseptual
-
Pusing/pening,
sakit kepala.
-
Defisit
neuropsikologis akibat abnormalitas sistem muskuloskeletal
(7) Pola persepsi diri/konsep diri
-
Ansietas
yang berkembang bebas
-
Mengkuatirkan
penampilan, cacat
(8) Pola seksual dan reproduksi
-
Menurunnya
libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.
(9) Pola peran-hubungan
-
Mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
-
Perubahan
pada interaksi keluaga/orang terdekat
-
Aktivitas
yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
(10) Pola manajemen koping stress
-
Faktor
stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga, hubungan
dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
-
Mengingkari,
cemas, depresi, takut, menarik diri
(11) Pola keyakinan-nilai
-
Mengungkapkan
kurang dapat menerima (kurang pasrah)
-
Mengungkapkan
kurangnya motivasi
-
Ketidakmampuan
berintrospeksi, mengalami pengalaman regiositas, berpartisipasi dalam aktivitas
keagamaan, berdoa
-
Perubahan
yang tiba – tiba dalam praktik spiritual
2.
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin
Muncul
a.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan gangguan perfusi
b.
Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan aliran darah
c.
PK
Syok hipovolemia
d.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dan
psikologi (spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan
lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas)
e.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler dan muskuloskeletal
f.
Risiko
kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perubahan sensasi,
perubahan sirkulasi, factor mekanik (alat yang dapat menimbulkan luka,
penekanan, dan restrain)
g.
Risiko
infeksi berhubungan dengan adanya
port the entry kuman (luka terbuka), prosedur invasif, factor mekanik (alat yang
dapat menimbulkan luka, penekanan, dan restrain)
h.
Syndrom
defisit perawatan diri
berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan muskuloskeletal
i.
Risiko
jatuh
berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
j.
Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
3.
Rencana Keperawatan
a.
Diagnosis
: Nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera fisik dan psikologi (spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi,
stress, ansietas)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …
x 24 jam diharapkan terjadi peredaan nyeri
Kriteria hasil :
1)
Pasien
menggambarkan ketidaknyamanannya
2)
Menjaga
ekstrimitas yang cedera tetap ditinggikan
3)
Menggunakan
kompres es selama 24 jam pertama
4)
Mengontrol
edema; status neurovaskuler utuh
5)
Mempergunakan
teknik relaksasi
6)
Memperagakan
metoda mengontrol nyeri dan pembengkakan
7)
Menjalankan
latihan kisaran gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak diimobilisasi;
mengubah posisi sesering mungkin
8)
Mencapai
peredaan nyeri
Intervensi Mandiri
1)
Kaji
jenis dan lokasi nyeri serta ketidaknyamanan pasien
Rasional : nyeri dan nyeri tekan kemungkinan akan
dirasakan pada fraktur dan kerusakan jaringan lunak; spasme otot terjadi
sebagai respons terhadap cedera dan imobilisasi.
2)
Kaji
ketidaknyamanan pasien
Rasional : pengkajian nyeri merupakan dasar bagi
perencanaan intervensi keperawatan
3)
Gunakan
upaya mengontrol nyeri :
a)
Membidai
dan menyangga daerah cedera
b)
Melakukan
perubahan posisi dengan perlahan
c)
Meninggikan
ekstrimitas yang cedera setinggi jantung
d)
Memberikan
kompres es bila perlu
e)
Memantau
pembengkakan dan status neurovaskuler
f)
Menganjurkan
teknik relaksasi
Rasional :
a)
Mencegah
cedera selanjutnya; meminimalkan gerakan fragmen fraktur
b)
Mengurangi
spasme otot
c)
Mengontrol
edema dengan memperbaiki drainase
d)
Es
akan mengurangi nyeri dan mengontrol perdarahan dan edema
e)
Edema
dan perdarahan ke dalam jaringan yang mengalami trauma mengakibatkan
ketidaknyamanan; nyeri yang tak tertahankan menunjukkan adanya sindrom
kompartemen
f)
Memodifikasi
pengalaman nyeri
4)
Berikan
penjelasan upaya keperawatan untuk mengontrol nyeri, pembengkakan, dan
kerusakan jaringan tambahan
Rasional : Jaringan yang rusak menyebabkan nyeri;
imobilisasi mengurangi ketidaknyamanan akibat gerakan fragmen tulang; dengan
pemahaman penyebab nyeri dapat mengurangi persepsi pasien terhadap nyeri
5)
Dorong
latihan rentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak diimobilisasi; dorong
untuk melakukan perubahan posisi sebatas yang bisa dilakukan dengan alat
imobilisasi
Rasional : Tekanan pada tonjolan tubuh dan disuse
menyumbang terjadinya ketidaknyamanan
6)
Minimalkan
waktu ekstrimitas yang cedera dalam posisi menggantung
Rasional : pembengkakan dapat terjadi pada jaringan
cedera bila posisinya tergantung; pembengkakan menyebabkan ketidaknyamanan
Intervensi Kolaborasi
1.
Berikan
obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non-narkotik; NSAID injeksi
contoh ketorolak (Toradol); dan/atau relaksan otot, contoh siklobenzaprin
(Flekserin), hidroksin (Vistaril). Berikan narkotik sekitar pada jamnya selama
3-5 hari.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau
spasme otot. Penelitian Toradol telah diperbaiki menjadi lebih efektif dalam menghilangkan
nyeri tulang, denganmasa kerja lebih lama dan sedikit efek samping bila
dibandingkan dengan agen narkotik. Catatan : Vistaril sering digunakan
untuk efek poten dari narkotik untuk memperbaiki/menghilangkan nyeri panjang.
2.
Berikan/awasi
analgesik yang dikontrol pasien (ADP) bila indikasi
Rasional : Pemberian rutin ADP mempertahankan kadar
analgesic darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam penghilangan nyeri sehubungan
dengan tegangan otot/spasme.
b.
Diagnosis
: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan muskuloskeletal
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam, pasien mampu beraktivitas secara optimal
Kriteria hasil:
1) Pasien
mampu beraktivitas secara mandiri
2) Mempertahankan
fungsi ekstremitas yang sehat.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
· Observasi
pergerakan pasien
· Anjurkan
pasien untuk mengikuti program latihan gerak secara bertahap.
· Pertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi
yang mungkin
Kolaborasi :
·
Konsul dengan ahli terapi fisik
|
Mandiri :
·
Mengetahui seberapa jauh pasien mampu bergerak dengan nyaman..
§ Memperkuat otot abdominal, meningkatkan kelenturan dan
mengurangi tegangan pada punggung
§
Menjaga/ mengontrol mobilitas maksimal yang mampu dilakukan oleh pasien
Kolaborasi :
·
Berguna dalam memformulasikan program latihan atau aktivitas yang
berdasarkan pada kebutuhan individu.
|
c.
Diagnosis : Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler dan muskuloskeletal
Tujuan : Setelah diberikan tindakan
keperawatan selama ....x 24 jam, pasien dapat berpartisipasi secara fisik dalam aktivitas pemberian
makanan, mengenakan pakaian, kekamar mandi, mandi.
Kriteria hasil:
1) Pasien
dapat mendemonstrasikan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan
diberi.
2) Mampu
mengidentifikasikan kesukaan terhadap aktivitas perawatan diri (misal waktu,
lokasi, produk).
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
:
· Perhtahankan mobilitas, control terhadap
nyeri dan program latihan
· Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam
perawatan diri. Identifikasi atau rencanakan untuk modifikasi lingkungan.
Kolaborasi
· Konsul
dengan ahli terapi okupasi.
|
Mandiri :
·
Mendukung kemandirian fisik, emosional.
·
Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga
diri.
Kolaborasi
·
Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual.
|
d. Diagnosis
: Kurang pengetahuan berhubungan
dengan keterbatasan informasi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan
selama 1 x 30 menit, pengetahuan pasien
meningkat.
Kriteria hasil:
1) Dapat menyebutkan pengertian, penyebab dan tanda / gejala
2) Dapat menyebutkan penanganannya/penatalaksanaannya
3) Dapat menyebutkan aktivitas yang menyebabkan
reinkarserata
4) Dapat memahami pembedahan yang akan dialami
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
· Kaji tingkat pengetahuan pasien
· Berikan penjelasan mengenai hernia : pengertian,
penyebab, dan proses serta penanganan
dengan jelas.
·
Berikan penguatan bila pasien mampu menyebutkan kembali apa yang sudah
dijelaskan.
·
Anjurkan pasien untuk menanyakan kepada pasien disamping untuk berbagi
pengalaman
|
Mandiri :
·
tingkat pengetahuan membantu menemukan metoda dalam memberikan pendidikan
kepada pasien.
·
penjelasan yang jelas membuat pasien dan keluarga cepat memahami sehingga pengetahuan meningkat
·
pasien akan lebih mudah mengingat jika diberi reinforcement oleh perawat
mengenai pemahamannya.
·
eksplorasi pengalaman dengan pasien lain dalam pembedahan yang sama
membantu meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga.
|
e.
Diagnosis : Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan mobilitas
fisik
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan
selama ....x 24 jam, pasien terhindar dari cidera.
Kriteria hasil: Pasien terbebas dari cidera.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
· Pasang
pembatas tempat tidur pasien saat pasien tidur
· Awasi pergerakan pasien
|
Mandiri :
§ Menghindari pasien jatuh dari tempat tidur
§ Menghindari pasien cidera saat bergerak.
|
f.
Diagnosis : Risiko kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan
dengan perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, factor mekanik (alat yang dapat
menimbulkan luka, penekanan, dan restrain)
Tujuan : Setelah
diberikan tindakan keperawatan selama …….X 24 jam, pasien tidak menunjukkan tanda-tanda
kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:
1) Pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
2) Pasien mampu mengidentifikasi faktor-faktor resiko.
3) Pasien mendemostrasikan teknik untuk mencegah kerusakan
kulit atau meningkatkan kesembuhan.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri :
· antisipasi dan gunakan tindaka pencegahan pada pasien
yang memiliki resiko kerusakan kulit. Seperti orang yang kurus, kegemukan ,
lasnia, atau kelemahan.
· Ubah posisi sering ditempat tidur dan kursi.
Rekomendasikan 10 menit latiahan stiap jamdan lakukan rentan gerak.
· Gunakan jadwal rotasi dalam membalikkkan pasien.
·
Masase penonjolan tulang dengan lembut menggunakan krim atau lotion.
·
Pertahankan agar sprei dan selimut tetap kering, bersih dan bebas dari
kerutan, serpihan dan material lainnya yang dapat mengiritasi.
·
Berikan keamana selama ambulasi.
|
Mandiri :
·
Ulkul dekubitis sering kali sulit disembuhkan dan pencegahan alaha
pengobatan yang terbaik.
·
Meningkatkan sirkulasi, tonus otot dan gerakan tulang sendi dan
meningkatkan partisipasi pasien.
·
Memeberika waktu lebih lama bebas dari tekanan ; mencegah gerakan yang
menimbulkan penglupasandan robekan yang dapat merusak jaringan rapuh.
·
Menigkatkan sirkulasi ke jaringan, menigkatkan tonus vaskular dan
mengurang edema jaringan.
·
Menghindari friksi/ abrasi.
·
Hilangnya kontrol otot dan menurunnya kemampuan dapat berakibat kepada
ketidak seimbangan koordinasi.
|
- Implementasi
Implementasi
merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat
dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi asalah
tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter
atau petugas kesehatan lain.
- Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan pasien dengan berpedoman
kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2001) Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8 Vol.3, Jakarta : EGC
Budi Santosa, (2006) Panduan
Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006, Jakarta : Prima Medika
Doengoes, dkk. (2007) Rencana
Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. (2000) Kapita Selekta Kedokteran
Edisi III Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia A, dkk. (2005) Patofisiologi Edisi 6
Volume 2, Jakarta : EGC
Robbins, dkk. (1999) Dasar Patologi Penyakit Edisi
5, Jakarta : EGC
Wikipedia. (2009) Meningitis. Avaliable from : (http://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis)
Last Update : 12 Oktober 2009 [diakses tanggal 18 November 2009].
Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL :
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503
No comments:
Post a Comment