Friday, March 24, 2017

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN FRAKTUR

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
  1. Definisi/Pengertian
·         Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Arief Mansjoer, dkk. 2000; hal 346)
·         Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Brunner & Suddarth. 200; hal 2357)
·         Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Sylvia, dkk. 2005;  hal 1365).
·         Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang khususnya pada daerah femur yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

  1. Penyebab/Faktor Predisposisi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh :
·         Pukulan langsung
·         Gaya meremuk
·         Gerakan punter mendadak, hingga
·         Kontraksi otot ekstrim
(Brunner & Suddarth. 2001; hal 2357)

  1. Patofisiologi
(Pathway terlampir)

  1. Klasifikasi
Fraktur dapat dibagi menjadi : (Arief Mansjoer, dkk. 2000; hal 346-347)
                               I.      Komplit/tidak komplit
a.       Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b.      Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
·         Hairline fracture (patah retak rambut)
·            Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal radius anak-anak
·            Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak
                            II.      Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a.       Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung
b.      Garis patah oblik : trauma angulasi
c.       Garis patah spiral : trauma rotasi
d.      Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa
e.       Fraktur avulsi : trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya di tulang, misalnya fraktur patela
                         III.      Jumlah garis patah
a.       Fraktur komunitif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
b.      Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan
c.       Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur cruris, dan fraktur tulang belakang
                         IV.      Bergeser/tidak bergeser
a.       Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh
b.      Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi menjadi :
·         Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping)
·         Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
·         Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi)
                            V.      Terbuka/tertutup
a.       Fraktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b.      Fraktur Terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo), yaitu:
1)      Derajat I
·         Luka < 1 cm
·         Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
·         Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif ringan
2)      Derajat II
·         Laserasi > 1 cm
·         Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
·         Fraktur komunitif sedang
·         Kontaminasi sedang
3)      Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
·         Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/ flap/avulse; atau fraktur segmental sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka.
·         Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif.
·         Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
                         VI.      Komplikasi/tanpa komplikasi
Komplikasi dapat berupa komplikasi dini atau lambat, local atau sistemik, oleh trauma atau akibat pengobatan.



  1. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan warna.
a.       Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b.      Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstrimitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
c.       Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 cm sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)
d.      Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tilang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e.       Pembengkakan  dan atau perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma atau perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bias baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-X pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut. (Brunner & Suddarth. 2001; hal 2358-2359).

  1. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a.      Pemeriksaan Rongent : untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur
b.      Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI : untuk memperlihatkan fraktur; juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.       Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d.      Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma
e.       Kreatinin : trauma otot meningkatkan bebabn kreatinin untuk klirens ginjal
f.       Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple, atau cedera hati.
(Doengoes, Marilynn, dkk. 2007; hal 762)

  1. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
a.      Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.
b.      Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multiple, fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang mengalami infeksi.
c.       Pemeriksaan Status Lokasi
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang :
1)      Look, cari apakah terdapat :
·         Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan pemendekan.
·         Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat berjalan.
·         Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan, misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent length (jarak antara umbilicus dengan meleolus medialis), dan true length (jarak antara SIAS dengan maleolus medialis)
2)      Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi karena akan menambah trauma.
3)      Move, untuk mencari :
·         Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah trauma.
·         Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif
·         Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup gerakan sendi), dan kekuatan.
(Arief Mansjoer, dkk. 2000; hal 347-348)

  1. Therapy/Tindakan Penanganan
Fraktur biasanya meyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat, dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
a.       Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif.
1)      Terapi konservatif, terdiri dari :
·         Proteksi saja, misalnya mitela untuk frakur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
·         Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
·         Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya fraktur suprakondilus, fraktur Colles, fraktur Smith. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau local.
·         Traksi, untk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel, traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk traksi dewasa/traksi definitive harus traksi skeletal berupa balance traction.
2)      Terapi operatif, terdiri dari
·         Reposisi terbuka, fiksasi interna
·         Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna
b.      Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan toksoid, antitetanus serum (ATS), atau tetanus human globulin. Berikan antibiotic untuk kuman Gram positif dan negative dengan dosis tinggi. Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik debridement adalah sebagai berikut :
1)      Lakukan narcosis umum atau anastesi local bila luka ringan dan kecil
2)      Bila luka cukup luas, pasang dulu torniket (pompa atau Esmarch)
3)      Cuci seluruh ekstrimitas selama 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.
4)      Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk.
5)      Eksisi lukan lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia, hingga otot. Eksisi otot-otot yang tidak vital. Buang-buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada periosteum. Pertahankan fragmen tulang besar yang perlu untuk stabilitas.
6)      Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup satu minggu kemudian setelah edema menghilang (secondary suture) atau dapat juga hanya dijahit bila situasi luka tidak terlalu lebar (jahit luka jarang).(Arief Mansjoer, dkk. 2000 ; hal 348-349)


9.      Komplikasi
a.       Komplikasi segera
1)      Lokal :
·         Kulit (abrasi, lacerasi, penetrasi)
·         Pembuluh darah (robek)
·         Sistem saraf (sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan sensorik)
·         Otot
2)      Umum :
·         Ruda paksa multiple
·         Syok (hemoragik, neurogenik)
b.      Komplikas Dini :
1)      Lokal :
·         Nekrosis kulit
·         Gangren
·         Sindroma kopartemen
·         Trombosis vena
·         Infeksi sendi
·         Osteomelisis
2)      Umum :
·         ARDS
·         Emboli paru
·         Tetanus.
c.       Kompliasi lama
1)      Lokal :
·         Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis osal)
·         Tulang (gagal taut/lama dan salah taut,distropi reflek,osteoporosisi paskah trauma,ggn pertumbuhan,osteomelisis,patah tulang ulang)
·         Otot atau tendon (penulangan otot, ruptur tendon)
·         Saraf (kelumpuhan saraf lambat)
2)      Umum :
·         Batu ginjal (akibat mobilisasi lama ditempat tidur)




B.     KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian :
a.      Informasi Umum Pasien
(1)      Identitas
(2)      Riwayat penyakit sebelumnya
(3)      Riwayat penyakit sekarang
(4)      Riwayat penyakit keluarga
(5)      Latar belakang keluarga
(6)      Riwayat lingkungan tempat tinggal
(7)      Riwayat tumbuh kembang
(8)      Riwayat nutrisi
b.      Pola Fungsi Kesehatan (11 Pola Fungsional Gordon)
(1)      Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
-       Peningkatan kunjungan ke fasilitas kesehatan terutama jika mengalami sakit atau masalah kesehatan lainnya
-       Penerapan hidup sehat dengan makan makanan bergizi, olahraga secara teratur dan menghindari kebiasaan negative yang menyebabkan masalah kesehatan
(2)      Pola Nutrisi/metabolic
-       Tidak nafsu makan akibat nyeri yang dirasakan, mual/muntah.
-       Turgor kulit buruk.
-       Kesehatan gigi/gusi yang buruk
(3)      Pola eliminasi
-       Perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urine dan BAB.
(4)      Pola aktivitas dan latihan
-       Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
-       Hilang gerakan/sensai, spasme otot
-       Kebas/kesemutan (parestesis)
-       Deformitas lokal; angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi
-       Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat kerusakan saraf
-       Spasme atau kram otot (setelah imobilisasi)
-       Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
-       Takikardia (respon stress, hipovolemia)
-       Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
-       Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera
-       Ketergantungan terhadap aktivitas sehari – hari seperti mandi, toileting, berpakaian, makan/minum, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, dan ambulasi ROM
(5)      Pola tidur dan istirahat
-       Perubahan pola tidur
-       Sulit untuk memulai tidur
-       Sering terbangun dimalam hari
-       Tidur kurang dari 6 jam setiap harinya
-       Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)
(6)      Pola kognitif-perseptual
-       Pusing/pening, sakit kepala.
-       Defisit neuropsikologis akibat abnormalitas sistem muskuloskeletal
(7)      Pola persepsi diri/konsep diri
-       Ansietas yang berkembang bebas
-       Mengkuatirkan penampilan, cacat
(8)      Pola seksual dan reproduksi
-       Menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks.
(9)      Pola peran-hubungan
-       Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
-       Perubahan pada interaksi keluaga/orang terdekat
-       Aktivitas yang tak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.
(10)  Pola manajemen koping stress
-       Faktor stres yang berhubungan dengan kehilangan, misal dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distres spiritual
-       Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri
(11)  Pola keyakinan-nilai
-       Mengungkapkan kurang dapat menerima (kurang pasrah)
-       Mengungkapkan kurangnya motivasi
-       Ketidakmampuan berintrospeksi, mengalami pengalaman regiositas, berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan, berdoa
-       Perubahan yang tiba – tiba dalam praktik spiritual

2.      Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan perfusi
b.      Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah
c.       PK Syok hipovolemia
d.      Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dan psikologi (spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas)
e.       Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan muskuloskeletal
f.       Risiko kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, factor mekanik (alat yang dapat menimbulkan luka, penekanan, dan restrain)
g.      Risiko infeksi berhubungan dengan adanya port the entry kuman (luka terbuka), prosedur invasif, factor mekanik (alat yang dapat menimbulkan luka, penekanan, dan restrain)
h.      Syndrom defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan muskuloskeletal
i.        Risiko jatuh berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
j.        Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi


3.      Rencana Keperawatan
a.       Diagnosis : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik dan psikologi (spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi, stress, ansietas)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan terjadi peredaan nyeri
Kriteria hasil :
1)      Pasien menggambarkan ketidaknyamanannya
2)      Menjaga ekstrimitas yang cedera tetap ditinggikan
3)      Menggunakan kompres es selama 24 jam pertama
4)      Mengontrol edema; status neurovaskuler utuh
5)      Mempergunakan teknik relaksasi
6)      Memperagakan metoda mengontrol nyeri dan pembengkakan
7)      Menjalankan latihan kisaran gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak diimobilisasi; mengubah posisi sesering mungkin
8)      Mencapai peredaan nyeri

Intervensi Mandiri
1)      Kaji jenis dan lokasi nyeri serta ketidaknyamanan pasien
Rasional : nyeri dan nyeri tekan kemungkinan akan dirasakan pada fraktur dan kerusakan jaringan lunak; spasme otot terjadi sebagai respons terhadap cedera dan imobilisasi.
2)      Kaji ketidaknyamanan pasien
Rasional : pengkajian nyeri merupakan dasar bagi perencanaan intervensi keperawatan
3)      Gunakan upaya mengontrol nyeri :
a)      Membidai dan menyangga daerah cedera
b)      Melakukan perubahan posisi dengan perlahan
c)      Meninggikan ekstrimitas yang cedera setinggi jantung
d)     Memberikan kompres es bila perlu
e)      Memantau pembengkakan dan status neurovaskuler
f)       Menganjurkan teknik relaksasi
Rasional :
a)      Mencegah cedera selanjutnya; meminimalkan gerakan fragmen fraktur
b)      Mengurangi spasme otot
c)      Mengontrol edema dengan memperbaiki drainase
d)     Es akan mengurangi nyeri dan mengontrol perdarahan dan edema
e)      Edema dan perdarahan ke dalam jaringan yang mengalami trauma mengakibatkan ketidaknyamanan; nyeri yang tak tertahankan menunjukkan adanya sindrom kompartemen
f)       Memodifikasi pengalaman nyeri
4)      Berikan penjelasan upaya keperawatan untuk mengontrol nyeri, pembengkakan, dan kerusakan jaringan tambahan
Rasional : Jaringan yang rusak menyebabkan nyeri; imobilisasi mengurangi ketidaknyamanan akibat gerakan fragmen tulang; dengan pemahaman penyebab nyeri dapat mengurangi persepsi pasien terhadap nyeri
5)      Dorong latihan rentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak diimobilisasi; dorong untuk melakukan perubahan posisi sebatas yang bisa dilakukan dengan alat imobilisasi
Rasional : Tekanan pada tonjolan tubuh dan disuse menyumbang terjadinya ketidaknyamanan
6)      Minimalkan waktu ekstrimitas yang cedera dalam posisi menggantung
Rasional : pembengkakan dapat terjadi pada jaringan cedera bila posisinya tergantung; pembengkakan menyebabkan ketidaknyamanan

Intervensi Kolaborasi
1.      Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non-narkotik; NSAID injeksi contoh ketorolak (Toradol); dan/atau relaksan otot, contoh siklobenzaprin (Flekserin), hidroksin (Vistaril). Berikan narkotik sekitar pada jamnya selama 3-5 hari.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot. Penelitian Toradol telah diperbaiki menjadi lebih efektif dalam menghilangkan nyeri tulang, denganmasa kerja lebih lama dan sedikit efek samping bila dibandingkan dengan agen narkotik. Catatan : Vistaril sering digunakan untuk efek poten dari narkotik untuk memperbaiki/menghilangkan nyeri panjang.
2.      Berikan/awasi analgesik yang dikontrol pasien (ADP) bila indikasi
Rasional : Pemberian rutin ADP mempertahankan kadar analgesic darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam penghilangan nyeri sehubungan dengan tegangan otot/spasme.
b.      Diagnosis : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan muskuloskeletal
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam, pasien mampu beraktivitas secara optimal
Kriteria hasil:
1)      Pasien mampu beraktivitas secara mandiri
2)      Mempertahankan fungsi ekstremitas yang sehat.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
·       Observasi pergerakan pasien

·       Anjurkan pasien untuk mengikuti program latihan gerak secara bertahap.
·       Pertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin

Kolaborasi :
·         Konsul dengan ahli terapi fisik
Mandiri :
·         Mengetahui seberapa jauh pasien mampu bergerak dengan nyaman..
§   Memperkuat otot abdominal, meningkatkan kelenturan dan mengurangi tegangan pada punggung
§  Menjaga/ mengontrol mobilitas maksimal yang mampu dilakukan oleh pasien

Kolaborasi :
·         Berguna dalam memformulasikan program latihan atau aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individu.

c.       Diagnosis : Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler dan muskuloskeletal
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam, pasien dapat berpartisipasi secara fisik dalam aktivitas pemberian makanan, mengenakan pakaian, kekamar mandi, mandi.

Kriteria hasil:
1)      Pasien dapat mendemonstrasikan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberi.
2)      Mampu mengidentifikasikan kesukaan terhadap aktivitas perawatan diri (misal waktu, lokasi, produk).

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
·        Perhtahankan mobilitas, control terhadap nyeri dan program latihan
·        Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi atau rencanakan untuk modifikasi lingkungan.
Kolaborasi
·       Konsul dengan ahli terapi okupasi.
Mandiri :
·         Mendukung kemandirian fisik, emosional.

·         Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.


Kolaborasi
·         Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual.

d.      Diagnosis : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit,  pengetahuan pasien meningkat.
Kriteria hasil:
1)      Dapat menyebutkan pengertian, penyebab dan tanda / gejala
2)      Dapat menyebutkan penanganannya/penatalaksanaannya
3)      Dapat menyebutkan aktivitas yang menyebabkan reinkarserata
4)      Dapat memahami pembedahan yang akan dialami

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
·       Kaji tingkat pengetahuan pasien



·       Berikan penjelasan mengenai hernia : pengertian, penyebab, dan proses serta  penanganan dengan jelas.
·       Berikan penguatan bila pasien mampu menyebutkan kembali apa yang sudah
    dijelaskan.
·       Anjurkan pasien untuk menanyakan kepada pasien disamping untuk berbagi
    pengalaman
Mandiri :
·         tingkat pengetahuan membantu menemukan metoda dalam memberikan pendidikan kepada pasien.
·         penjelasan yang jelas membuat pasien dan keluarga cepat memahami  sehingga pengetahuan meningkat
·         pasien akan lebih mudah mengingat jika diberi reinforcement oleh perawat mengenai pemahamannya.
·         eksplorasi pengalaman dengan pasien lain dalam pembedahan yang sama membantu meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga.

e.       Diagnosis : Risiko cedera berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam, pasien terhindar dari cidera.
Kriteria hasil: Pasien terbebas dari cidera.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
·       Pasang pembatas tempat tidur pasien saat pasien tidur
·       Awasi pergerakan pasien


Mandiri :
§  Menghindari pasien jatuh dari tempat tidur
§  Menghindari pasien cidera saat bergerak.

f.       Diagnosis : Risiko kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan perubahan sensasi, perubahan sirkulasi, factor mekanik (alat yang dapat menimbulkan luka, penekanan, dan restrain)
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …….X 24 jam,  pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:
1)      Pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit.
2)      Pasien mampu mengidentifikasi faktor-faktor resiko.
3)      Pasien mendemostrasikan teknik untuk mencegah kerusakan kulit atau meningkatkan kesembuhan.

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :
·       antisipasi dan gunakan tindaka pencegahan pada pasien yang memiliki resiko kerusakan kulit. Seperti orang yang kurus, kegemukan , lasnia, atau kelemahan.
·       Ubah posisi sering ditempat tidur dan kursi. Rekomendasikan 10 menit latiahan stiap jamdan lakukan rentan gerak.
·       Gunakan jadwal rotasi dalam membalikkkan pasien.



·         Masase penonjolan tulang dengan lembut menggunakan krim atau lotion.
·         Pertahankan agar sprei dan selimut tetap kering, bersih dan bebas dari kerutan, serpihan dan material lainnya yang dapat mengiritasi.
·         Berikan keamana selama ambulasi.


Mandiri :
·         Ulkul dekubitis sering kali sulit disembuhkan dan pencegahan alaha pengobatan yang terbaik.



·         Meningkatkan sirkulasi, tonus otot dan gerakan tulang sendi dan meningkatkan partisipasi pasien.


·         Memeberika waktu lebih lama bebas dari tekanan ; mencegah gerakan yang menimbulkan penglupasandan robekan yang dapat merusak jaringan rapuh.
·         Menigkatkan sirkulasi ke jaringan, menigkatkan tonus vaskular dan mengurang edema jaringan.
·         Menghindari friksi/ abrasi.




·         Hilangnya kontrol otot dan menurunnya kemampuan dapat berakibat kepada ketidak seimbangan koordinasi.

  1. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
            Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi asalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.

  1. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan pasien dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2001) Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.3, Jakarta : EGC
Budi Santosa, (2006) Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006, Jakarta : Prima Medika
Doengoes, dkk. (2007) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3, Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. (2000) Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius
Price, Sylvia A, dkk. (2005) Patofisiologi Edisi 6 Volume 2, Jakarta : EGC
Robbins, dkk. (1999) Dasar Patologi Penyakit Edisi 5, Jakarta : EGC
Wikipedia. (2009) Meningitis. Avaliable from : (http://id.wikipedia.org/wiki/Meningitis) Last Update : 12 Oktober 2009 [diakses tanggal 18 November 2009].

Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503. URL : http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503

No comments:

Post a Comment