1. Definisi:
·
Limfoma non- Hodgkin
adalah suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat didefinisikan sebagai
keganasan jaringan limfoid selain penyakit Hodgkin. (Keperawatan Medikal Bedah
Vol.2)
·
Limfoma non-Hodgkin
atau Non-Hodgkin’s Lympoma (NHL) adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid
yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin, khususnya limfoma susunan saraf pusat
biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapat
obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan transplantasi ginjal dan
jantung. (Santoso M. 2000)
·
Limfoma non- Hodgkin
adalah keganasan sel limfosit- B dan sistem sel limfosit- T. (Doenges 2000)
2. Patofisiologi:
Perubahan sel limfosit normal menjadi
sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada
salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses
transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen).
Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain:
1).ukurannya semakin besar
2).Kromatin inti menjadi lebih halus
3).nukleolinya terlihat
4).protein permukaan sel mengalami perubahan.
Beberapa faktor resiko yang
diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin
seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV,
HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi awalnya
menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga
sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan
membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal
tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh
yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi
Limphadenophaty
Dampak dari proliferasi sel darah putih
yang tidak terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah sel
eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi
limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah
normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal
itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.
Gejala awal yang dapat dikenali
adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya
leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara
perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah
bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.
Pembesaran kelenjar getah bening jauh
di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan
pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan
tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah
bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum
tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah
masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak,
dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel
limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya
delirium, penurunan kesadaran).
Secara kasat mata penderita tampak
pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan
hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening
: leher, ketiak, lipat paha, dll.
3.
Etiologi:
Dokter-dokter jarang tahu mengapa ada orang yang mengidap
limfoma Hodgkin dan yang lainnya tidak. Tapi penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko tertentu meningkatkan kemungkinan
bahwa seseorang akan mengembangkan penyakit ini. Faktor risiko untuk limfomaHodgkin adalah sebagai berikut:
·
virus tertentu
Setelah
infeksi dengan virus Epstein-Barr (EBV)atau human immunodeficiency virus (HIV)
dapat meningkatkan risiko pengembangan limfomaHodgkin. Namun, limfoma tidak
menular. Anda tidak dapat menangkap limfoma dari orang lain.Sistem kekebalan
tubuh yang lemah: Risiko mengembangkan limfoma Hodgkin dapatditingkatkan dengan memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah (seperti dari kondisi warisanatau obat-obatan
tertentu yang digunakan setelah transplantasi organ).
·
Umur
limfoma Hodgkin yang paling umum di antara remaja
dan orang dewasa berusia 15 sampai 35tahun dan orang dewasa berusia 55 tahun
dan lebih tua.
·
Riwayat keluarga
keluarga
anggota, terutama saudara-saudara, dari orang dengan limfomaHodgkin atau limfoma lain
mungkin memiliki kesempatan peningkatan mengembangkanpenyakit ini.
Memiliki satu atau lebih faktor risiko tidak berarti bahwa seseorang
akanmengembangkan limfoma Hodgkin. Kebanyakan orang yang memiliki faktor risiko tidak pernahmengembangkan cancer
4.
Perbedaan
LH dan LNH:
v Tabel. Perbedaan Karakteristik klinis
Limfoma Hodgkin dan Limfoma Non
Karateristik
|
Limfoma
Hodgkin
|
Limfoma
Non Hodgkin
|
|
Low
Grade
|
Intermediate,
High Grade
|
||
Tempat
Asal
|
Nodal
|
Ekstranodal
(
10 % )
|
Ekstranodal
(
35 % )
|
Distribusi
Nodal
|
Sentripetal
( Aksial )
|
Sentrifugal
|
Sentrifugal
|
Penyebaran
Nodal
|
Contiguous
|
Noncontiguous
|
Noncontiguous
|
Keterlibatan
Susunan Saraf Pusat
|
Jarang
( < 1 % )
|
Jarang
( < 1 % )
|
Jarang
( < 10 % )
|
Keterlibatan
Hepar
|
Jarang
|
Sering
( > 50 % )
|
Jarang
|
Keterlibatan
Sumsum Tulang mempengaruhi buruknya prognosis
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Sembuh
dengan kemoterapi
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Perbedaan
lainnya adlah Pada pengamatan mikroskopik akan ditemukan Reed stenberg cell
pada limphoma hodgkin sedang pada limphoma non-hodgkin tidak ditemukan.
Sel-sel
Reed-Sternberg sendiri merupakan sel-sel ganas yang khas dalam menyusup reaktif
sel yang terdiri dari proporsi variabel limfosit, histiocytes, eosinofil, dan
sel-sel plasma. Karakteristik klasik Reed-Sternberg sel termasuk ukuran besar
(20–50 mikrometer), berlimpah, amphophilic, halus rinci/homogen sitoplasma; dua
gambar cermin inti (burung hantu mata) masing-masing dengan nucleolus
eosinophilic dan membran nuklir tebal (chromatin didistribusikan di pinggiran
sel).
Untuk
penyebaran nodal pada limfoma Hodgkin adalah contiguous . Secara harfiah arti
bahasa inggrisny contiguous berarti berdekatan.Ini berarti Limphoma hodgkin ke-khas-annya
menyebar menurut rantai jaringan spesifikg terdekat misal: penyebaran limfo nodus colli, axilla,
ataupun parasternal. Sedang Limphoma Non-Hodgkin penyebaranny non-contiguous
yang berarti penyebaranny tak mengikuti pola tertentu.
5.
Treatmen:
Beberapa penderit bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan
penderita lainnya harus menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan penyembuhan atau angka harapan
hidup yang panjang tergantung kepada jenis limfoma dan stadkum penyakit pada
saat pengobatan dimulai. Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak
memberikan respon sebaik limfosit B. Angka kesembuhan juga menurun pada:
·
penderita yang berusia
diatas 60 tahun
·
limfoma yang sudah
menyebar ke seluruh tubuh
·
penderita yang
memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
·
penderita yang
fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidakmampuan bergerak.
Penderita pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali
diobati dengan terapi penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di
sekitarnya.
Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun. Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis.
Terapi penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun. Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis.
Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak memerlukan
pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering mungkin untuk
meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang serius.
Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah. Penderita limfoma
tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini tumbuh
dengan cepat. Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk
limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat
menengah dan tingkat tinggi). Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan
dan pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi
monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun
(misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin),
yang menempel di antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel
pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan
membunuh sel-sel limfoma tersebut.
Pada pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari
penderita (dan sel limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan
dicangkokkan ke penderita.
Prosedur ini memungkinka dilakukannya hitung jenis darah,
yang berkurang karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung
lebih cepat. Pencnagkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita
yang berusia dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhakan sekitar 30-50% penderita
yang tidak menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi. Tetapi
pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 50% penderita meninggal
karena infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa
menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan
sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya
memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi
terjadi kekambuhan.
ü Terapi
yang dilakukan biasanya melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat
dilakukan adalah:
1. Derajat
Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika
dianggap perlu: COP (Cyclophosphamide,Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini
dapat dilakukan untuk lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Mengah
(DKM)/agresif limfoma
- Stadium I: Kemoterapi
(CHOP/CHVMP/BU)+radioterapi
CHOP (Cyclophosphamide,
Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)
- Stadium II - IV: kemoterapi
parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
DKT Limfoblastik
(LNH-Limfoblastik)
- Selalu diberikan pengobatan
seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan
dilakukan pada:
1. setelah siklus kemoterapi
ke-empat
2. setelah siklus pengobatan
lengkap
6.
Komplikasi:
Akibat langsung
penyakitnya:
·
Penekanan terhadap organ khususnya jalan napas, usus,dan
saraf.
·
Mudaah teerjadi infeksi, bisa fatal.
Akibat efek samping pengobatan:
·
Aplasia sumsum tulang
·
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
·
Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
·
Neuritis oleh obat vinkristin
7.
Pencegahan:
Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah limfoma. Sebuah
rekomendasi standar adalah untuk menghindari faktor risiko untuk penyakit ini.
Namun, beberapa faktor risiko untuk limfoma tidak diketahui, dan karena itu
tidak mungkin untuk menghindari. Infeksi virus seperti HIV, EBV, dan hepatitis
merupakan faktor risiko yang dapat dihindari dengan sering mencuci tangan,
mempraktekkan seks yang aman , dan dengan tidak berbagi jarum, pisau cukur,
sikat gigi, dan barang-barang pribadi yang serupa yang mungkin terkontaminasi
dengan darah yang terinfeksi atau cairan .
Mencermati Pencetus Kanker
Para ahli di Amerika menemukan salah satu kemungkinan penyebab kanker
limfoma adalah adanya intake tinggi lemak-lemak trans, yang sudah terbukti juga
meningkatkan risiko penyakit jantung. Dalam penelitian terhadap 88.410
perempuan, yang paling banyak makan lemak trans (sekitar 5,7 gram/hari)
mempunyai risiko 2 kali lebih tinggi terserang limfoma dibanding mereka yang
makan paling sedikit (sekitar 2,4 gram/hari). Lemak trans itu yang bagaimana?
Lemak trans banyak digunakan dalam biskuit misalnya cracker, cake, pie, dan
cookies siap beli. Untuk lebih aman, setiap kali ingin membeli biskuit yang
siap beli, lebih baik baca bahan kandungan terlebih dahulu. Hindari produk yang
didalamnya mengandung 'Partially Hydrogenated Oil' yang merupakan sumber lemak
trans.
Tidak ada pedoman untuk mencegah limfoma Non Hodgkin karena
penyebabnya tidak diketahui. Super lutein merupakan herbal antikanker
no 1 yang direkomendasikan oleh 6600 dokter di dunia. Kemampuannya sebagai
herbal antikanker tidak dapat dipungkiri lagi. Kandungan lycopene, beta caroten
dan alpha carotene merupakan karotenoid yang berfungsi sebagai antioksidan yang
sangat baik untuk regenerasi sel-selyang telah mati dan menghambat radikal bebas
dalam tubuh. karotenoid tersebut juga mampu menghambat dan membunuh mutasi
sel-sel kanker ini.
8. Penkes
·
Menjelaskan kepada pasien mengenai pengertian
dari Limfoma non-Hodgkin
·
Memberitahukan kepada klien penyebab – penyebab
dari Limfoma non-Hodgkin
·
Menjelaskan kepada klien bagaimana proses
terjadinya Limfoma non-Hodgkin
·
Memberitahukan kepada klien mengenai tanda dan
gejala Limfoma non-Hodgkin
·
Menginformasikan kepada klien mengenai
terapi/tindakan yang dapat diberikan atau dilakukan untuk Limfoma non-Hodgkin
9. KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Kebutuhan dasar:
Menurut M.
Doengoes (2000) pengkajian yang bisa dilakukan pada pasien dengan Limfoma
Non-Hodgkin adalah:
1)
AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala:
Gejala:
Kelelahan,
kelemahan atau malaise umum. Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi
latihan.
Tanda:
Penurunan
kekuatan, jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
2)
SIRKULASI
Gejala:
Gejala:
Palpitasi,
angina/nyeri dada.
Tanda:
Takikardia,
disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran
nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterus sklera dan ikterik umum
sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu dan pembesaran
nodus limfa (mungkin tanda lanjut), pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3)
ELIMINASI
Gejala:
Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Gejala:
Perubahan karakteristik urine dan atau feses. Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi (infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal).
Tanda:
Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
Penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal). Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih lanjut).
4)
MAKANAN/CAIRAN
Gejala:
Anoreksia/kehilangna nafsu makan. Disfagia (tekanan pada easofagus).
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Gejala:
Anoreksia/kehilangna nafsu makan. Disfagia (tekanan pada easofagus).
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda:
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal).
Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)
Ekstremitas : edema ekstremitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-Hodgkin)
Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intraabdominal).
5)
NYERI/KENYAMANAN
Gejala:
Tidak ada nyeri pada nodus limfa yang terkena.
Gejala:
Tidak ada nyeri pada nodus limfa yang terkena.
6)
PERNAPASAN
Gejala:
Dispnea pada saat kerja atau istirahat.
Gejala:
Dispnea pada saat kerja atau istirahat.
Tanda:
Dispnea, takikardia. Batuk kering non-produktif. Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
Dispnea, takikardia. Batuk kering non-produktif. Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis. Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
7)
KEAMANAN
Gejala:
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial).
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus umum.
Gejala:
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial).
Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang titer tinggi virus Epstein-Barr). Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam tanpa menggigil. Kemerahan/pruritus umum.
Tanda:
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal). Nodus terasa keras, diskret dan dapat digerakkan, pembesaran tosil, pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 38oC tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus servikal paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus aksila dan mediastinal). Nodus terasa keras, diskret dan dapat digerakkan, pembesaran tosil, pruritus umum. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).
8)
SEKSUALITAS
Gejala:
Masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi), penurunan libido.
Gejala:
Masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi), penurunan libido.
2. Pemeriksaan Fisik
a)
Keadaan umum
Kesadaran: tidak terjadi penurunan
kesadaran (compos mentis).
b)
Pemeriksaan integument
Terdapat daerah
kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal akibat perluasan limfoma ke
kulit.
c)
Pemeriksaan kepala dan
leher
Kepala: bentuk
normocephalik.
Wajah: normal.
Leher: biasanya
terjadi pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher. Pembesaran terkadang
terjadi juga pada tonsil sehingga mengakibatkan gangguan menelan.
d)
Pemeriksaan dada
Apabila terjadi
pembesaran kelenjar getah bening di dada, maka pasien akan merasakan sesak
nafas. Penyumbatan pembuluh getah bening di dada mengakibatkan penyumbatan
cairan di paru sehingga dapat mengakibatkan sesak nafas dan efusi pleura.
e)
Pemeriksaan abdomen.
Apabila terjadi
pembesaran kelenjar getah bening di perut maka akan menimbulkan hilang nafsu
makan, sembelit berat, nyeri perut atau perut kembung.
f)
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus.
Terkadang
terdapat konstipasi akibat penekanan pada usus. Jika limfoma menyebar ke usus
halus maka akan terjadi penurunan berat badan Diare dan Malabsorbsi. Terdapat
pembengkakan pada skrotum.
g)
Pemeriksaan
ekstremitas.
Jika terjadi
penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut maka akan terjadi
pembengkakan tungkai. Dan apabila terdapat penyumbatan pembuluh getah bening
pada daerah aksila maka akan terjadi pembengkakan pada daerah aksila.
1. Pemeriksaan
penunjang
1) Pemeriksaan
Darah Lengkap
ü SDP
: bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
ü SDM
dan Hb/Ht : menurun. Peneriksaan SDM dapat menunjukkan normositik ringan sampai
sedang, anemia normokromik (hiperplenisme).
ü LED
: meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit
malignansi. Berguna untuk mengawasi pasien pada perbaikan dan untuk mendeteksi
bukti dini pada berulangnya penyakit.
ü Kerapuhan
eritrosit osmotik : meningkat.
ü Trombosit
: menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang digantikan oleh limfoma dan
oleh hipersplenisme)
ü Test
Coomb : reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun, hasil negatif
biasanya terjadi pada penyakit lanjut.
ü Besi
serum dan TIBC : menurun.
ü Alkalin
fosfatase serum : meningkat terlihat pasda eksaserbasi.
ü Kalsium
serum : mungkin menigkat bila tulang terkena.
ü Asam
urat serum : meningkat sehubungan dengan destruksi nukleoprotein dan
keterlibatan hati dan ginjal.
2) Pemeriksaan
THT untuk melihat keterlibatan cincin waldeyer terlibat dilanjutkan dengan
tindakan gstroskopy.
3) BUN
: mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL
(SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi
keterlibatan organ.
4) Hipergamaglobulinemia
umum: hipogama globulinemia dapat terjadi pada penyakit lanjut.
5) Foto
dada: dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus
atau efusi pleural.
6) Foto
torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang nyeri
tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam pentahapan.
7) Tomografi
paru secara keseluruhan atau skan CT dada : dilakukan bila adenopati hilus terjadi.
Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediatinum.
8) Skan
CT abdomenial: mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit nodus pada
abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
9) Ultrasound
abdominal: mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa retroperitoneal.
10) Skan
tulang: dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang. Skintigrafi
Galliium-67: berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit nodul,
khususnya diatas diagfragma.
11) Biopsi
sumsum tulang: menentukan keterlibatan sumsum tulang. Invasi sumsum tulang
terlihat pada tahap luas.
12) Biopsi
nodus limfa: membuat diagnosa penyakit Hodgkin berdasarkan pada adanya sel
Reed-Sternberg.
13) Mediastinoskopi:
mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.
14) Laparatomi
pentahapan: mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen nodus retroperitoneal,
kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa (Splenektomi adalah kontroversial
karena ini dapat meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak biasa
dilakukan kecuali pasien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV.
Laporoskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil
spesimen.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
pembesaran nodus limfa mediastinal dan edema jalan nafas ditandai dengan sesak
napas
2.
Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi ditandai dengan takikardia,
disritmia, peningkatan kedalaman pernapasan, suhu lebih tinggi dari 37,80C,
malaise umum.
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan intake makanan di tandai dengan penurunan
berat badan
4. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan penurunan transpor oksigen ditandai dengan kelemahan,
sesak nafas saat melakukan aktivitas, adanya sianosis, klien tampak pucat
5. Gangguan
menelan berhubungan dengan kerusakan orofaring yang ditandai dengan keengganan
untuk makan.
6. Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan penyumbatan pembuluh getah bening di
selangkangan akibat limfoma non-hodgkin ditandai dengan pembengkakan di
tungkai, klien mengeluh kesulitan untuk berjalan, keterbatasan rentang gerak.
7. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan ketidak adekuatan informasi tentang penyakitnya
ditandai dengan, klien tampak bertanya-tanya tentang penyakitnya.
8. Nyeri
akut berhubungan dengan penekanan saraf nyeri yang ditandai dengan klien tampak
meringis
9. Pk.
Anemia
10. Perubahan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen yang
ditandai dengan warna kulit pucat
11. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan penurunan difusi O₂ dan CO₂ ditandai
dengan perubahan frekuensi pernafasan
12. Fatigue
berhubungan dengan penurunan suplai oksigen yang ditandai dengan penurunan
aktivitas
NO
|
Diagnosa
|
Tujuan Dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Evaluasi
|
1
|
Nyeri akut berhubungan dengan penekanan
saraf nyeri ditandai dengan klien
tampak meringis
|
NOC : Pain Control
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan …x24 jam diharapkan nyeri klien dapat teratasi dengan
kriteria hasil :
·
Pasien
dapat mengenal nyeri yang dialaminya (range 5)
·
Pasien
mengetahui faktor penyebab nyeri (skala 5)
·
Pasien
dapat melaporkan ketika tidak dapat mengontrol nyeri (skala 4)
·
Pasien
melaporkan perubahan gejala nyeri (skala 4)
NOC
: Pain Level
·
Klien melaporkan adanya rasa
nyeri yang ringan (skala 4)
·
Klien tidak mengerang atau
menangis terhadap rasa sakitnya (skala 5)
·
Klien tidak menunjukkan rasa
sakit akibat nyerinya (skala 5)
|
NIC : Pain Management
·
Lakukan
pengkajian nyeri:
P: propokatif dan paliatif
Q : quality
R: region
S: severity
T: time
·
Observasi
adanya respon nonverbal ketidaknyamanan
·
Gunakan
komunikasi terapeutik agar pasien mengatakan pengalaman nyeri
·
Ajarkan
pasien untuk mengurangi nyeri dengan terapi nonfarmakologi (teknik distraksi)
·
Anjurkan
pasien untuk menggunakan pengobatan nyeri yang adekuat
·
Kolaborasi
dengan tenaga medis lain dalam pemberian analgesic
NIC : Analgesic Administration
·
Ketahui lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum memberikan pasien medikasi
·
Lakukan pengecekan terhadap
riwayat alergi
·
Pilih analgesic yang sesuai atau
kombinasikan analgesic saat di resepkan anagesik lebih dari
·
Monitor tanda-tanda vital sebelum
dan setelah diberikan analgesic dengan
satu kali dosis atau tanda yang tidak biasa dicatat perawat. Evaluasi
keefektian dari analgesic
|
S: Klien mengatakan nyerinya berkurang
O:
-
Tanda-tanda
vital dalam batas normal
-
Wajah
klien tampak tidak meringis menahan nyeri
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi + modifikasi
intervensi
|
2
|
Perubahan perfusi jaringan perifer tidak efektif
berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen ditandai dengan warna kulit
pucat
|
NOC : Tissue Perfusion : Peripheral
Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama …x24 jam diharapkan perfusi jaringan
perifer adekuat dengan kriteria hasil :
·
CRT < 2 detik (skala 5)
·
Suhu ektremitas normal (skala 5 )
·
Nadi ektremitas normal (skala 5)
·
Tekanan systolic dan diastolic
normal (skala 5)
|
NIC : Hemodynamic Regulation
·
Auskultasi
suara paru-paru untuk mengetahui adanya keabnormalan
·
Auskultasi
suara jantung
·
Monitor
dan catat detak jantung, irama, nadi
·
Monitor
nadi perifer, CRT, temperature, dan warna ektremitas
·
Bila
perlu tinggikan kepala klien dari tempat tidur
·
Monitor
adanya edema perifer
|
S : Klien mengatakan suhu
ektremitasnya hangat
O
: Nadi klien normal, CRT< detik, tekanan systolic dan diastolic
normal
A
: Tujuan
tercapai sebagian
P
: Lanjutkan
intervensi
|
3
|
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan pembesaran nodus limfa mediastinal dan
edema jalan nafas ditandai dengan sesak napas
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama …x24 jam diharapkan pola napas efektif dengan kriteria
hasil :
NOC : Respiratory status :
airway patency
·
RR klien dalam rentang
normal (skala 5)
·
Kedalaman inspirasi klien
adekuat (skala 5)
·
Irama pernafasan normal
(skala 5)
|
NIC : Respiratory monitoring
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan usaha pernapasan
2. Catat pergerakan dada, serta lihat
simetris dan penggunaan otot bantu napas
3. Monitor sesak menurun atau
bertambah parah
4. Auskultasi suara paru-paru setelah
pemberian terapi untuk mengetahui hasilnya
|
S : Klien mengatakan tidak sesak
O
: RR klien
dalam rentang normal, irama pernafasan normal
A
: Tujuan
tercapai sebagian
P
: Lanjutkan
intervensi
|
DAFTAR PUSTAKA
Smith,
Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Dochterman,
Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification. America : Mosby.
Swanson,
Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America: Mosby
Williams,
Lipincott & Wilkins.2011.Nursing:
Memahami Berbagai Macam Penyakit.Jakarta:Indeks
Brunner
& Suddarth.2002.Keperawatan Medikal-Bedah Vol.3.Jakarta:EGC
Soebandri dkk. 2001. Kuliah Hematologi
dan Onkologi Medik. Lab. / SMF Ilmu Penyakit Dalam. FK. UNAIR, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Soeparman, Sarwono W. 1990. Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Penerbit Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Pallas'S (ford edge titanium 2019) | TITanium Art
ReplyDeletePallas'S (ford edge titanium wedding bands for men titanium titanium nitride bolt carrier group 2019). titanium plate flat irons Pallas'S (ford titanium dental edge titanium 2019). Pallas'S (ford edge titanium 2019). Pallas'S (ford edge Pallas'S (ford edge titanium 2019). titanium nose stud